Kamis, 15 Desember 2016

Unbrokenhearted.

Jika memang seperti ini akhirnya, aku lebih memilih patah hati.
Jika memang setelah kepergianmu kau memilih untuk kembali, aku tak pernah menyesal
dulu pernah mengucap selamat tinggal.
Jika memang kembalimu hanya untuk mengungkap senyummu tanpa kehadiranku, 
kuputuskan bahwa aku lebih bahagia tanpa kehadiranmu.
---

Langit kelabu menghiasi senjaku kala itu. Dengan setumpuk buku tebal yang bergelantungan dipergelangan tanganku, tas yang keberatan, dan juga raga yang mulai kelelahan, aku memasuki ruangan itu dengan senyum terbaikku. Tak ada yang menyangka detik selanjutnya ceria,tak lagi menghiasinya. 

Tubuh yang mematung.
Jiwa yang melayang entah kemana.
Rasa yang tak bisa ku ungkap dengan kata.

Melihatmu, berkaos abu-abu dengan tampang yang berani dan tak tahu malu.

Kau, kembali.
Memamerkan wajah yang 'dulunya' amat terangat sangat kurindu.

Hari itu, akupun menyadari tak ada lagi engkau yang kuinginkan kembali.
Aku berlari, begitu cepat.
Tak ingin lagi kutatap mata setajam elang itu.
Sedetikpun terasa sewindu ketika melihat wajahmu.
Kenangan itu, 
Sangat hangat diingatanku,
Waktu itu, kau begitu dekat.
Serasa tak ada jarak.
Tapi, diantara windu-demi windu yang kita ukir bersama,
ada jejakmu yang tak pernah hilang dari ingatan.
Ada langkahmu yang menjauh sebagai saksi perpisahan.
Rasa itu, Kehilangan itu, takkan kulupakan.
Bagaimana caramu pergi,
Bagaimanacaraku bangun kembali,
Bagaimana lelahku menghapus tangis,
Bagaimana rasa itu beranjak pergi,
masih jelas sekali dibenakku, bagaimana hancurku saat kehilanganmu.

Permainanmu,
Tak lagi menjadi penghalangku, 
Aku tak pernh mengharapkan endingyang bahagia yang akan berakhir bahwa kau kembali lalu melukis cerita kembali.

Yang kuharap hanyalah, aku mampu bangkit tanpa bayangmu lagi.

Tapi, hari itu.
Kehadiran singkatmu kala itu,
sejenak dapat menimbukan harapku.
walau hanya sedetik, aku sempat kembali bermimpi tentangmu.
Kutekankan pada kata 'sejenak' dan'sedetik' itu,
karna detik selanjutnya dan selang waktu selanjutnya,
keduanya semakin menghilang

Sebelum terbang terlalu tinggi, aku melepaskan sayap itu.
Sebelum berharap semakin jauh lagi, aku menghilangkan harapan itu.
Sayang teramat sayang, jika hal yang kau harapkan ketika kau kembali,
tak jalan dengan semestinya.
Maafkan aku, jika sikap diamku, adalah jawaban atas segala kepergian, dan juha kembalimu.
Maafkan aku, yang kini beranjak menjauhimu.

Maaf juga, jika kali ini
Aku berani menganggapmu hanyalah ;
'seseorang yang pernah aku kenal.'
Maaf, jika aku lebih memilih patah hati daripada kehadiranmu.
Karna patah hati itu, lebih setia darimu.
----
Sejak melihatmu dipotongan senja itu,
aku merindukan patah hatiku.
Karna ia lebih indah daripada mimpi yang 
hanya sebatas detik itu saja.
-(s)he

Minggu, 06 November 2016

Tetaplah tersenyum Indo Aji!

Minggu, 6 november 2016.
Indo aji, nenek terbaik yang tak pernah marah, terkuat, sabar, kembali kepadaNya. Menunggu pada kehidupan setelahnya,
Selamat jalan Indo aji,
Yang selalu pijit saat kelelahan, selalu mengingatkan ketika sholat, mengajar mengaji, selalu mengingatkan utk makan, sedih rasanya untuk melepasmu,
Sedih rasanya melihat tumpukan sarung mu yang tak lagi melekat ditubuh mungilmu,
Sedih rasanya tak melihat senyummulagi,
Satu satunya orang yangmemelukku ketika aku terjatuh,
Yang menyayangiku saat aku begitu membencinya,
Sedih,
Kau meninggalkan kami,
Selamat jalan,
Kau kembali padaNya,
Hari esok tak terhiasi lagi oleh senyum mu,
Hari esok tak ada lagi ocehan mu,
Tak ada lagi yang peduli sepertimu,
Tak ada lagi yang menyayangi seperti sayangmu,
Cintamu,
Kasihmu,
Sangat besar.
Rindu aku dengan pelukmu,
Rindu aku dengan terlelap disebelahmu,
Rindu aku makan bersamamu,
Apalah arti rinduku,
Tak lagi aku dapat berjumpa denganmu,
Hanya gambar senyummu yang tergambar disana,
Yang tak pernah akan menjadi dirimu,
Tak bisa lagi diriku menemanimu,
Semoga Allah selalu menyayangimu,
Membukakan surgaNya untukmu,
Memberikan yang terbaik bagimu,
Menyangimu sebagaimana besarnya sayangmu padaku.
Teruslah tersenyum Indo Aji, agar disini, dikehidupan ini, eppomu selalu tersenyum sebagaimana lebarnya senyum yang selalu kau tebarkan.

Minggu, 09 Oktober 2016

Penyesalan dari kebiasaanku

Hi, namaku Emily.
Gadis 19 tahun yang hidup sendirian di London, jauh dari kampungku di Jakarta, Indonesia.
Tak ada yang istimewa bagiku hidup di Inggris, mungkin terkesan aneh, namun begitulah kenyataannya walau hal ini hanya bekerja padaku.
Kehidupanku hanyalah berputar begitu saja, memutari kebiasaan yang tak akan pernah lepas aku darinya.
Kebiasaanku :
1.Pada pagi hari senin hingga sabtu aku akan berkutat dengan buku-buku kuliahku di kampus. Begitulah kesibukan para mahasiswa yang mengambil jurusan Kedokteran.
2.Kemudian pada sore harinya, aku akan berada dikafe tempatku bekerja, tak ada yang menarik dari pekerjaanku, hanya menyapa hai pada pelanggan kemudian memberi pesanan yang dipesannya.
3.Saat minggu, di pagi hari aku akan disibukkan dengan sesi membersihkan dorm-ku. Tak sesibuk pada pagi hari, siangnya aku hanya akan berbelanja dipasar membeli bahan-bahan makanan untukku selama seminggu. Lalu pada sore harinya, diperjalanan pulangku aku akan me-laundry- pakaianku ditempat laundry dekat tempat tinggalku.
Kebiasaanku bagaikan waktu yang berputar dan memutari hal itu itu saja, tak pernah berubah, dan begitu begitu saja. Sampai kejadian mengerikan itu, menghantui kebiasaanku.

A few weeks before that "day"

Matahari bagaikan bunga yang bermekaran menyinari kota London yang penghuninya dipenuhi kesibukan walau waktu masih menunjukkan pukul 9 pagi. Jessica Emily Johnson dengan pakaian rapi berjalan menyusuri jalan menuju kampus tempat Emily kuliah. Handphone yang menjadi titik fokus penglihatannya membuatnya tak sengaja menabrak seseorang berjalan kearah berlawanan dengannya. 
"Sorry sir,"
Ucap Emily dengan senyum ketika menatap sosok laki-laki tinggi dihadapannya.
"No problem."
Jawab pria itu sambil membalas senyum Emily hangat.

Senyum yang sangat manis, itulah first impression dari Emily pada Nathan yang baru saja memperkenalkan diri dihadapannya itu. Dengan perpaduan baju kemeja kotak-kotak, jeans biru dan sepatu sneakers hitam putih membuat penampilannya semakin memikat Emily. Setelah berbicara ringan dan saling bertukar nomor telepon, Emily dan Nathan-pun kembali kepada tujuan masing-masing. Tanpa Emily sadari, disitulah awal mula kesalahan dari pelanggaran kebiasaan yang tak pernah ia langgar, terjadi.

James, sahabat sekaligus teman yang menyukai Emily, mendengar persaksian Emily tentang Nathan -yang dia anggap begitu sempurna-, penasaran untuk bertemu Nathan dan kemudian memaksa Emily untuk mengajaknya makan siang minggu depan bersama disalah satu cafe didekat kampus mereka.

Emily sangat berterima kasih pada James tentang paksaannya untuk mengajak Nathan untuk makan siang, karna dengan hal itu, ia bisa mengetahui bahwa Nathan adalah pria baik dan bersahabat, dimana kampus Nathan, dan masih banyak hal lain tentang Nathan seperti; Nathan juga sering datang dikafe tempat ia bekerja, dan selalu melaundry pakaiannya ditempat yang Emily selalu melaundry pakaiannya juga, Berbeda dengan Emily, James menganggap Nathan adalah pria aneh dengan segala sikapnya, Emily menganggap perkataan James sebagai angin lewat saja walau sebersit rasa percaya karna mengingat James adalah mahasiswa dari Psikologi.

Hari berjalan begitu cepat, Kedekatan Emily dan Nathan membuat James marah terhadap Emily yang tak mendengar perkataannya. Emily yang mendengar kemarahan James pun hanya mengacuhkannya dan menganggap bahwa James cemburu pada Nathan. James berkata akan menjauhi Emily jika Emily masih berhubungan dengan Nathan yang di "okay"kan saja oleh Emily karna merasa telah cukup dengan kehadiran Nathan dalam hidupnya.

the day

Seperti kebiasaannya, pada hari minggu Emily hanya akan disibukkan dengan kesibukan membersihkan dorm pada pagi hari dan berbelanja disore hari. Setelah membersihkan dormnya, Emily kemudian bersiap untuk berbelanja keperluan seminggunya dipasar. Disela-sela perjalanannya kepasar, ia menyempatkan untuk menitipkan pakaian kotornya di laundry agar bawaannya tidak terlalu berat.
Tak ada hal aneh yang terjadi, hingga ia menyadari hari itu, Nathan tak pernah menelpon walau hanya untuk memberi kabar sekalipun. Saat mencoba menelpom, Emily hanya mendegar suara operator yang mengucapkan nomor Nathan sedang tidak aktif. Dipenuhi rasa kekhawatiran, Emily masih mencoba untuk berpikir positif dan mengerti mungkin Nathan lupa mencharge handphone nya saat keluar rumah. 
Setelah membeli segala keperluannya, Emily-pun berjalan kembali kerumah dan akan mencoba menelpon Nathan saat sore hari ketika menunggu laundry nya selesai.

Saat tangannya membuka pintu kaca laundry, matanya membulat terkejut melihat kondisi laundry yang terlihat berbeda dari biasanya. Sepi. Satu pengunjungpun tak ada, padahal biasanya saat hari minggu laundry ini akan sesak dengan banyaknya orang yang mengantri. Tak hanya hal itu, hal mengganjal yang lainpun berdatangan. Mulai dari senyum penjaga laundry yang terlihat dipenuhi dengan ketakuatn hingga penjaga yang mengaku telah memasukkan pakaian Emily kedalam mesin cuci.

Dengan masih berpikir positif, Emily pun memencet tombol cuci pada mesin cuci setelah memberikan beberapa recehan pada mesin tersebut. Sambil menunggu mesin tersebut bekerja, Emily kemudian mengeluarkan ponselnya dan menelpon Nathan. Dan leganya dia ketika nomor Nathan telah aktif. Namun, kelegaannya berlangsung sesaat saja.

Ia mendengar dering telpon menggema dalam ruangan sepi tersebut, matanya menyapu seisi ruangan berharap ada sosok yang diinginkannya itu mengingat bahwa pria-nya juga sering ketempat itu. Namun, matanya tak selaras dengan pendengarannya yang mendengarkan sumber bunyi itu tidak ada disekitarnya, tapi berada tepat dibawahnya. Hati Emily berdegup memegang handphonenya gemetaran sambil membungkuk berusaha mendengar dengan baik dimana sumber bunyi tersebut.

Jeritan. Hanya jeritan yang menggelegar seisi ruangan tersebut saat mata Emily menatap tepat didalam mesin cuci yang masih bekerja, sumber suara itu berasal dari sana. Bersamaan dengan jeritan histerisnya yang menemukan mesin cuci tersebut dipenuhi warna merah darah segar Nathan yang bercampur dengan putihnya busa sabun pakaian.

Dengan tangan bergetar, Emily menghentikan jalannya mesin cuci tersebut. Tangannya hanya dapat menutup mulutnya yang berada antara ingin muntah dan menjerit dalam waktu bersamaan saat mencium bau darah dan pengharum pakaian yang bertabrakan. Tanpa disadarinya, sosok James telah berdiri tepat dibelakangnya, mengucapkan kata yang begitu menyayat hatinya,membuatnya tak sanggup lagi menahan tangis dan amarahnya.

"Aku satu-satunya saksi yang bisa meringankanmu dihadapan polisi."

----

Inilah part pertama dan pertama kalinya saya membuat thriller story,
Mungkin dipart selanjutnya saya akan seperti "penyidik dan ahli forensik" gagal dalam waktu bersamaan.
hope u all enjoy it.


Sabtu, 10 September 2016

Mimpi

"Bermimpilah setinggi langit, dan jika kau terjatuh, kau akan jatuh diantara bintang-bintang." - Soekarno Hatta.

Sepertinya, saat ini, dalam menghadapi mimpi ini, menghidupkan mimpi ini, demi me'nyata'kan mimpi ini, beberapa kata terakhir dari kutipan itu, ingin kuganti.

Karna jatuh diantara bintang-bintang adalah mimpi dari Soekarno itu sendiri.
Karna jatuh diantara puncak tertinggi burj khalifah adalah mimpi dari saya sendiri.
Mungkin ribuan orang datang dan pergi meninggalkan dan mengunjungi gedung itu
Tak ada dari mereka yang dapat mengira,
tak ada dari mereka yang bisa menduga,
ditempat jauh,
dikota kecil,
seorang gadis yang begitu biasa,
bermimpi dalam benaknya yang tak seberapa,
menggenggam mimpi dilengannya yang tak seberapa kekuatannya,

Dialah, yang tak sengaja jatuh pada gedung itu.
Gedung yang mereka anggap hanyalah pencakar langit yang biasa saja,
yang beberapa diantaranya menganggapnya indah,
namun hanya ingin berkunjung saja.
Dan beberapa pula diantaranya bermimpi,
namun mimpi yang tidak dia junjung tinggi.

Tetapi gadis itu,
tak tahu hal apa yang membuatnya berani bermimpi setinggi gedung itu,
yang ia tahu hanyalah,
mencapai puncaknya,
menggapai mimpinya,
menyatakannya,
mengubah segalanya,

Mengubah tawaan orang menjadi tepuk tangan yang meriah,
seberapa inginnya ia menjadikan cacian menjadi kekaguman yang tak berujung.

Maka izinkanlah.
gadis kecil biasa itu,
berjuang.
Biarkanlah ia merasakan merahnya darah yang ia korbankan demi sejuknya angin
ketika berdiri tepat diatas gedung itu.
Biarlah mereka menjadi saksi,
Betapa lelahnya menjadi seorang pemimpi.
Betapa pedihnya menghapus pilu,
Betapa indahnya nanti,
saat itu semua menjadi nyata,
saat semua ada didepan mata,
5 cm,
selalu tergantung sedekat itu,
tak pernah begitu dekat,
tapi tak pernah terasa jauh,
Cukup seperti itu,
"Bermimpilah setinggi langit,
dan jika kau jatuh,
kau akan jatuh tepat dipuncak
gedung Burj Khalifah."
- sang pasukan hujan.

Jumat, 12 Agustus 2016

Dibalik Topeng Si Monyet

Dibalik topeng Si Monyet
7 agustus 2016

Siapa yang tak mengenalku? Aku berada hampir disetiap tempat kalian mencari hiburan. Aku... terbiasa dengan ramai.
Dengan gontai kugandeng motor kayu tua yang tak dipahat sempurnaku ini, terkadang kukibaskan tanganku demi menghapus serbuk kayu yang terkadang melukai pergelangan tanganku. Hari ini, matahari tampak panas walau kata belum mencapai waktu siang. Aneh juga, ditempat seramai ini tak ada yang tertarik melihat pertunjukanku. Sesekali mataku mengerjap, mataku menatap keatas menatap seekor kupu-kupu bercorak warna-warni terbang bebas menembus langit sambil menari ditengah putihnya awan. Kemanapun mereka pergi, mataku tetap saja mengikuti meski perih menanggung beratnya rantai yang melilit leherku.
Mataku kemudian beralih lagi, menatap seekor ular besar yang sedang bersantai ria bergelantungan diatas pergelangan tangan majikannya. Tubuhnya gemuk menandakan makanannya tercukupi, bahkan melebihi dari kebutuhannya sendiri. Berbeda hal dengan monyet tua kurus sepertiku, jangankan tercukupi, bahkan laparpun aku selalu. Bahuku yang kendor menjadi umur seberapa lama rantai besi berkarat ini telah menyesakkanku. Potongan kayu bergambarkan wajah imut yang sangat disukai anak perempuan adalah membohong wajahku.
Aku tak berani bermimpi untuk bisa terbang menembus langit bagaikan kupu-kupu bersayap indah itu, Berandai menjadi ular yang penuh kemewahan itupun aku tak bisa. Jangankan memiliki sayap, menjauh 5 meterpun rantai ini sudah mencekikku.
Tak ada yang mengira, dibalik topeng lucu yang selalu kupakai ini, tersembunyi belenggu yang ingin dibebaskan. Bahkan sang kupu-kupu tak bisa menyangka, dibalik semua keceriaan itu, ada sedih yang ingin kusampaikan. Sang ular ganaspun, akan merasa iba jika menatap mata penuh penderitaan itu.
Bisakah aku bertanya sekali saja pada langit, mengapa tak bisa aku diciptakan sebagai kupu-kupu saja, yang dapat beterbangan kemanapun, mengelilingi seluruh penjuru bumi tanpa rantai yang menahannya untuk terbang bebas. Jika sang langit tak mengizinkan, tak apa-apa jika mereka mengutukku menjadi batu, setidaknya tak ada lagi tangis yang harus kututupi dengan sebuah topeng lusuh nan tua.
Selagi mencaci penciptaanku pada langit, tak sengaja pandanganku teralih pada semut yang menggendong makanan yang berbobot berkali lipat dari ukuran tubuhnya. Kuamati geraknya yang berjalan menuju lubang kecil yang terdapat dalam tanah, lalu menyodorkan makanannya pada ratu dari bangsa semutnya. Terbersit rasa kagumku pada Tuan semut itu, yang rela mengangkat makanan berat dibawah teriknya sang mentari yang pada akhirnya ia serahkan pada semut lain, tak ada cacian dalam mulutnya. Bahkan mengeluh sedikitpun tidak.
Rupanya langit telah memberi jawaban. Menjadi kupu-kupu itu tak menjanjikanku langit, menjadi seekor ularpun tak menjanjikanku makanan. Tapi, menjadi diriku sendiri dan bangga terhadapnya menjanjikanku sebuah mimpi. Dan sebuah mimpi yang kulandaskan dengan mensyukuri akan memberikanku segalanya.


Selasa, 26 Juli 2016

Sang Kucing Dan Kerinduaannya - Part 1

Namaku adalah, Moezza. Yah seperti itulah majikanku memanggilku, walaupun terkadang memanggilku dengan panggilan Caca. Terkadang tamu majikanku mengira aku adalah betina dengan badan kecil, dan kucing pendiam sepertiku. Berbeda dengan saudara kembarku, Momo. Terkadang mereka bahkan muak dengan tingkahnya yang begitu nakal hingga terkadang mendapat pukulan keras darinya.

Semejak aku hadir dirumah ini, keluargaku awalnya sangat menyayangi Momo dengan bulu tebal serta ekornya yang meliuk. Hingga terkadang ku iri karna perbuatannya, namun salah satu dari keluarga ini berbuat terbalik kepadaku. Ia begitu menyayangiku dan mengajakku bermain layaknya seorang sahabat baginya. 

Tempatku dan Momo, hanyalah sebuah persegi panjang dari besi, yang hanya mencukupi tempat kotoran dan selapis koran tua yang menjadi bantalku. Hidupku berubah, dikeluargaku dulu dilantaipun aku tak mau karna tanahku berlapiskan karpet dengan bulu halus yang memanjakanku. Bahkan kawanku adalah kucing cantik yang berperingai manja dan lucu.

Berbeda dengan masa laluku, kini selain harus bertemu dengan kucing kampung nan liar, aku bahkan harus berbagi makanan dengannya. Terkadang, aku harus terpenjara dalam rumahku hingga berhari-hari lamanya, tanpa melihat keadaan luar. Hal itu terus saja berlangsung hingga keirianku akan kucing kampung yang bebas berkeliaran itu, semakin memuncak.

Aku berteriak dibalik pita suaraku yang hanya bisa mengucap kata meong, meggertakkan cakar pendekku disela-sela besi yang menghalangiku. Majikan itupun keluar, satu-satunya majikan yang memanjakanku. Dengan perlahan tangannya menggeser kunci pintu dan menariknya hingga membukakan jalan untukku agar bisa keluar.

Perlahan kuinjakkan kakiku, dan mencoba berjalan kesekelilingku. Terkadang bermain dengan kursi, berlari kesana-kesini, melihat hal baru, tak perna kusebahagia ini. Bebas. Tak terkurung.

Nanti ada next part, karna hp low yah dikasi 2 part.



Rabu, 20 Juli 2016

Wanita diatas tali

Akulah seorang gadis yang kau paksa berjalan diatas tali.
Tergantung, mungkin saja untuk selamanya.
Terkadang kau menebalkan talinya ketika hampir saja aku akan jatuh.
Namun ketika aku memulai kembali perjalananku, kau kembali menipiskan talinya.
Tak kutahu sampai kapan aku terus tergantung seperti ini, hingga mana aku harus berjalan diatas tali ini.

Hingga waktu itupun tiba, taliku seakan menjadi sebuah jalanan yang sangat luas.
Sekelilingku yang biasanya adalah lautan lepas, menjadi taman luas yang dihadiahi pelangi.
Saat dimana kau sendiri yang membantuku berjalan, kau berani menyusuri tali ini,
diatas tali ini,
kita berjalan bersama.
Perangkap yang kau buat sendiri, menjeratmu berpuluh-puluh kali lipat sakitnya.
Tapi kau menjeratku berpuluh-puluh kali lagi perihnya.

Haruskah kau ada?
Disaat ia datang menyapa?
Kau tak seharusnya berada disana,
Aku mencintaimu sebagai mengatur taliku, bukan sebagai pahlawan yang membantuku menuju ujung dari pertunjukanku.
Semakin kau menggenggam tanganku erat, semakin pudar pula tepian perjuanganku.

Haruskah kau datang?
Berada disanapun kau sudah cukup bisa mengatur detak jantungku.
Tak tahukah kamu tentang mendengar kabarmu saja sudah membuat pipiku memanas,
hingga hampir terjatuh dalam jurang yang kau buat?

Namun, jika inilah memang yang kau inginkan,
biarkan kita bersama terjatuh dalam jurang itu,
saling menggenggam,
semakin terhanyut,
bersama menunggu,
kapan tiba pertunjukan ini selesai,
dan menghentikannya.

Harapan tanpa kepastian bagaikan
berjalan diatas tali,
digantungkan. Memilih jatuh, terasa sakit.
Namun tetap berjalan, semakin digantungkan.
- Keinginan untuk bejumpa


ps : sepertinya semakin alay saja, dan blog ini semakin tidak jelas, but i love it and u.

Sabtu, 16 Juli 2016

Unendlichkeit

Kutemukan dirimu disepanjang ingatan, tempat itu, rumah kita dahulu memandang senja.
Mengajarinya arti cinta yang sebenarnya. Sayangnya, tak lama setelah langkahmu menjauh, senja menjadi saksi rubuhnya rumah itu.
Sebanyak apa kepingan bangunan itu tak mengalahkan kerapuhanku yang masih saja mengulang segala memori yang tersembunyi dibaliknya yang semakin berjatuhan. 
Biarlah, hanya kita yang mengetahui keindahan itu.
Tertutupi oleh bangunan lain sebagai penipu jalanan.
Menipu rasa yang bersembunyi dibawahnya.

Kenangan, masih saja kau melukis kenangan dengan jarak sejauh ini, sempat terbersit pada keraguan akan mu namun kenangan itu menjadi penguatnya.
Tak berani lagi aku mengutuk jarak, karna rupanya itu tak berarti sama lagi padamu.
Mungkin rasanya begitu terencanakan ketika tuhan menghendaki mata ini tertuju padamu ditengah banyaknya mata yang mungkin kutatap. Rasanya telah tergariskan untukku melihatmu pada malam itu.

 Dengan wajah yang sebahagia itu, tentu saja yakinku kau telah berubah. Namun jika tuhan mengizinkan untukku bertanya walau hanya dengan sebuah pertanyaan saja, ingin sekali aku bertanya padanya tentang mengapa hanya aku yang dapat melihatmu?
Mungkin ke-semu-anku dimatamu tak lagi mengusik pikiranku, tapi kenyataan tentang hanya akulah yang diizinkan jatuh walau dengan keadaan seperti ini selalu menghantuiku.
Jika memang seperti itu, bukannya aku berkehendak mengutuk takdir, tapi keadaan seperti ini membuatku sadar untuk kembali lebih terbuka.
Membuka mata,
Mendengarkan kembali bisikan hati,
Bayangmu semakin pudar dipandanganku, tak pernah kupaksa untuk menghilangkannya.
karna kutahu,
Jika kau pernah menjadi penulis dulunya, suatu saat kau pasti akan menjadi penghapusnya. 

Rupanya penghapusku rusak, dan pensilku semakin teraut.
Saat ini, aku harus memilih diantara keduanya
Memperbaiki penghapusku yang rusak atau
mengambil pensilku sebelum menjadi semakin tajam dan patah.
- pasukan hujan

Rabu, 13 Juli 2016

Lintasan Waktu

Kesendirian, mengajarkan kita tentang keramaian. Namun keramaian tak mengajarkan tentang sepinya kesendirian itu.
***

Aku, akulah kesendirian itu. Bersahabat dengan sepi. Bercengkrama dengan angin.
Hampa dan hening adalah dua kata yang berbeda. Keduanya memliki makna yang tak sama. 
***
Mungkinkah telah digariskan seperti itu? 
Bolehkah aku mengubah takdir itu?
Menjadi seorang penyendiri dan penuh sepi sangat memuakkan. 
Tak pernah merasa berteman, tak pernah merasa terhiraukan.
Cinta? mengertikah aku tentang kata itu?
bahkan mendekati kemungkinannya pun tak bisa.


Jumat, 24 Juni 2016

Hanya sekedar pemberitahuan

Karna kurangnya inspirasi, saya hanya mau bercakap-cakap sedikit demi blog ini bisa tetap hidup dan seakan berpenghuni.

Jadi selama bulan ramadhan ini, saya begentayangan kesana-kemari dipikiran saya mencari dimana ruang informasi saya berada. Yah walaupun sampai 10hari terakhir ruangan itu masih saja bersembunyi dan tidak menampakkan pintunya.

Kemunngkinan besar juga ketika saya mempublikasikan tidak lagi seperti akhir-akhir ini yang hanya ungkapan perasaan dan kekosongan semata, untuk membuat blog ini lebih tertata rapi saya akan mempublikasikan cerita lagi. Setidaknya dua minggu sekali, Walaupun masih sekedar cerita tidak jelas dan tidak menentu dan belum pro saya simpulkan tetap akan membuat cerita. Dan juga dengan waktu yang sewaktu-waktu bisa berganti-ganti jika tiba-tiba ada kesibukan penting.

Sekedar informasi -yang tidak terlalu penting-, demi mengisi kekosongan libur yang sangat panjang yakni sebulan dua minggu, saya mengambil kerja paruh waktu dengan perusahaan bapak saya sendiri. Digaji sebagaimana layaknya seorang pegawai dan kerja waktu yang semau saya saja sendiri dan tempat dimana saja asal bermodalkan laptop adalah pekerjaan yang sangat sempurna bagi saya. Mengingat gaji yang sangat cukup menghidupi keungan belanja aka cemilan saya, dan waktu malam yang saya jadikan sebagai waktu kerja saya sambil nonton euro -HOREE JERMAN 16 BESAR-, dan waktu pagi yang saya jadikan waktu tidur.

Dan syukurnya, dengan status sebagai pegawai kantoran dan jadwal yang padat, baru 2x tarwih yang saya lewatkan -terkecuali ketika sedang berhalangan- sisanya lengkap full dan beberapa diantarnya 20 rakaat. Tapi sayangnya, karna berkas yang perlu saya kerjakan -ea- menjadikan saya lalai dalam membaca al-quran, dan akhirnya sampai 10 malam terakhir ini saya masih saja di jus 12. Mengecewakan bukan? melihat nenek saya yang sudah tua yang sholatpun terkadang harus duduk, sudah tamat dan memulai kembali bacaannya.

Mungkin saya terlalu banyak bicara, dan mungkin saja saya hanya berbicara sendiri karna tak ada yang membaca. Walau begitu, inilah sepotong kisah saya, namun bukan sepenuhnya. Banyak hal menarik yang telah terjadi dan akan menanti saya diselanjutnya. Lagian jika saya terlalu banyak bicara haruskah meminta maaf? Blog juga milik saya, yah walaupun tidak sepenuhnya karna blogger juga memiliki hak untuknya.

Inti dan kesimpulannya adalah saya akan -insya allah- mengposting cerita sesedikitnya 2x sebulan.

Itu saja, sekian dan terima kasih.❣

Apa yang kamu baca tidak sepenuhnya apa yang
kau lihat jika kau melihatnya.
-pasukanhujan

Senin, 13 Juni 2016

Ungkapan Kerinduan

Bertaahan dikeadaan mengenaskan.
Keberadaan, kau melepaskan.

Kembali membenci cupid.
Cupid sialan!
Cemetinya membidik arah yang salah.
Pikiran jauh memutari kenangan.
Cinta lama kembali lagi sekarang.
Cupid, cupid, lagi-lagi melakukan kesalahan sama.

Rupanya, ia tertipu ketidakberadaan yang lama.
Merasa telah pergi.
Menganggap telah melupakan.
Kesalahan yang kusenyumi.
Kesalahan yang kurindui.

Candu aku akan tentangmu.
Lagi aku membutuhkan kerinduanmu.
Begitu sulit cinta itu terlupakan.
Ragamu semakin jauh, namun rasa disini semakin merindu.

Lupa bagaimana aku pernah mengartikan namamu.
Gelisah lagi akan bisikan tentangmu.
Kau cinta, kujiwai.
Gelindingan bola membawa kenangan dulu.
Betapa kubencinya hal itu, 
Namun ketidaksadaranmu akan kepenasaranku mengajarkanku tentangnya.

Tahun berlalu,
keindahan seribu bulan semakin menjelaskan
Keindahan jarak yang sempat mengelabui



Antara kau dan aku terbentang jarak yang sangat luas.
Namun antara waktu dan rindu terdapat
kau dan aku yang tak pernah terlepas.
-Perindu Akanmu

Jumat, 27 Mei 2016

Kali Kedua

Saat sang cupid gencar-gencarnya mengeker halauan panahannya, tak sengaja kilat menyambar sang cemeti malaikat.

Rupanya setelah hari silih berganti, ujung cemetinya menyerah dirasa yang sama.
Rasa tak menjanjikan kesamaan pada dua jiwa, namun tampaknya rasa ini lahir dari embrio yang identik dengan yang timbul padamu, Dulu.

Kali kedua, panah yang sama, rasa yang sama dan pada hati yang berbeda.

Pandangan yang dulunya selalu mencuri matamu, berulah dengan hal yang sama pada geriknya.

Mimpi indah yang dulunya terhias wajahmu, kini tergantikan olehnya.

Berlalu hingga lalu, kaulah itu.
Berlari hingga terlupakan, kaulah itu.
Pergi dan tak terindukan lagi, menghiasi bayangmu sekarang.

Tak adalagi serpihan kenangan terbersit karnamu yang tercecer disepanjang pikiran. 

Jiwamu telah melayang.
Terbawa angin hembusan yang mulai tergantikan olehnya.
Jiwanya telah datang.
Menggantikanmu dengan sejuta masa yang tak terbacakan.

Kau cukup dikenang.
Indahmu telah menyinariku dulu.
Pandangmu telah membuatku tersipu malu. 
Jikalau semuanya berulang kembali, takkan mungkin seindah dan tersipu dulu.

Beradalah kau ditempat nan jauh sekarang.
Kinilah dia yang berani melipat jarak hingga menghipnotis sang cupit yang menyingsingkan cemeti malaikatnya.

Kukatakan selamat pada kalian, yang pergi dan berlalu. Kau tetap kukenang, namun tak lagi kusayang.
Xoxo



Kamis, 24 Maret 2016

Choose?

Bukankah mudah jika kau harus memilih salah satu diantara malaikat dan iblis?

Namun anehnya, hal itu sangat sulit bagiku.

Bukan dalam memilih, tapi tetap bertahan dalam pilihan.
Munkin mudah jika hanya memilih karna bahkan orang terbodohpun tentu saja memilih sang malaikat kan? Tapi bagaimana ketika kau terpaksa harus mengikuti alur kehidupan dan jalanannya yang sama sekali tak pernah terbersit dipikiranmu untuk berjalan diatasnya?

Bagaimana jika hatimu jatuh pada sang Iblis?

Yang jahat dan hanya membawamu pada jurang kesialan? menenggelamkanmu pada lautan rasa sakit? Ya, meski kutahu sang "iblis" tak baik bagiku, belum tentu hati ini juga mengetahuinya. Belum tentu hati ini peka terhadap bisikan cintanya yang memabukkan. Sang iblis yang tak hentinya menjelma sebagai bayanganmu dipikiranku. Sang iblis yang mengatakan dirinya adalah Cinta.

Ya, rasa cinta yang kusebut iblis. Sifat mereka hampir sama, yaitu selalu menghantui. Layakmu yang selalu menghantui benakku. Layakmu yang selalu didekatku walau kutahu kau adalah dampak buruk bagiku. Selalu menjadi sarang sakitku. Pusat air mataku.


Hingga mungkin beberapa waktu lalu tuhan menemukanku dengan malaikat itu, yang dengan sayap dan cahaya dapat menyingkirkan bayangan hitammu yang selalu mengikuti. Dapat menjadikan masa depan hingga membuatku lupa akan masa laluku yang selalu didekatmu. 

Sang malaikat yang tak dapat kusangkal mungkin suatu saat dapat menjelma menjadi jelmaanmu yang sekarang. Layaknya dirimu yang dulu. But, who knows?

Bagaimana jika kau dipertemukan pada seorang malaikat,
yang memegang tanganmu saat hampir tenggelam pada pinggir lautan,
lalu membawamu terbang jauh, hingga kau lupa akan jauhnya daratan,
lalu dengan tanpa hati ia kembali menerjunkanmu
pada lautan yang lebih tenang dan dalam?
-pelukis lautan.

Kamis, 04 Februari 2016

Bersujud padamu pada belahan dunia yang lain

Madinah Al- Munawwarah

Selama 16 tahun kehidupan yang kulalui, tak pernah kulihat tempat yang melebihi indah nya tempat ini, tak pernah kurasa sejuk yang melebihi berada sini, jiwa yang tentram seakan berada ditempat yang begitu tenang.

Maha Kuasa pencipta-Nya, yang menciptakan kesejukan diantara teriknya matahari.

Masjid Nabawi, tempat yang tak kenal sepi dan tak pernah terlelap. Setiap detiknya selalu terdengar puji-pujian kepada penciptanya, terdengar isakan tangis tak kuat menahan rasa rindu pada Tuhannya, terdengar shalawat pada nabi nya.

Tempat yang tak pernah mengetahui kata kekeringan, setiap sisi didalamnya terdapat air zam-zam yang dibagikan secara percuma. Tempat yang luasnya bagai lapangan bola tak pernah kehabisan zam-zam walau telah dikonsumsi oleh ribuan manusia yang berbeda-beda asalnya.

India, Turki, Indonesia, Malaysia, Arab, Zudan dan semua tempat yang mungkin beberapa diantaranya tak diketahui namanya. Segala bahasa, adat, cara berpakaian bercampur baur didalamnya.

Namun, pada beberapa waktu mereka hanya menggunakan satu bahasa. Mereka yang memakai bahasa inggris, indonesia, malaysia, tak lagi memakai bahasanya saat waktu itu tiba. Yang mereka gunakan adalah satu, yaitu bahasa arab. Ketika waktu sholat telah tiba. Yang mereka ucapkan hanyalah bahasa al-quran. Bahasa para penghuni syurga.

Keindahannya tak sampai disitu saja, bahkan burung-burung pun berkicau memuji tuhannya. Beterbangan keseluruh penjuru mesjid Nabawi. Namun satu hal yang menjadi keajaiban, mereka tak mengganggu penduduk walau sedikitpun. Kotorannya tak ada yang terlihat mengenai jamaah.

Sungguh, tak ada tempat yang seindah Madinah. Bahkan hati yang begitu merindukan rumahnya pun, tak tega meninggalkan tempat ini. 

Semoga Allah dapat memanggil Suci Sultan agar dapat kembali ketempat ini. Terlalu banyak kesempatan yang terlewatkan. Pahala yang dihitung 1000derajat terbuang sia-sia. Semoga Allah mengizinkan agar dapat menginjakkan kaki Suci Sultan lagi ke Madinah Al- Munawwarah lagi, agar dapat memperbaiki kelalaian yang terjadi dimasa lampau. Semoga Allah menghendaki lagi Suci Sultan kembali Ke Madinah Al- Munawwarah lagi bersama keluarganya agar ia dapat mengenalkannya kepada Tuhan dan Rasulnya. Agar Rasulullah dapat mengenalnya dihari kemudian nanti dan menggandeng tangannya masuk menuju surga. 

"Tak ada tempat yang kurindukan begitu besarnya kecuali, Madinah Al-Munawwarah. Semoga Allah melimpahkan rezekinya kepada Kami agar dapat kembali memenuhi panggilannya untuk yang kedua kalinya pada ramadhan tahun 2016. Aamiin."




Jumat, 22 Januari 2016

2015-2016

11 Desember 2015
Makassar, Sulawesi selatan.

13 Desember 2015
Kediri, Jawa timur.

Semuanya berlangsung begitu cepat. Ulangan semester hingga peristiwa bandara yang dimana keadaan yang memaksa untuk datang terlambat. Charger rusak yang membuat perjalanan menuju bandara terhenti sebentar. Namun takpapalah, itu hanyalah kesalahan yang biasa tetapi tetap menjadi kesalahan pertama.

Kurang lebih jam 3.00 kita (saya, rina, nicho & aan) tiba di Kediri, Jawa timur. Walau badan pegal sempit-sempitan dimobil, kita tetap fit dan semangat penasaran melihat bagaimana keadaan kampung inggris yang sebenarnya.

Jln. Brawijaya, kediri. Semuanya terlihat mencari, dimana letak tempat tersebut. Mulai dari pak supir, sampai om travel guide yang awalnya tak henti berbicara mengenai pengalamannya selama menjadi travelguide di Mekkah akhirnya diam. Antara diam karna lelah atau pening mencari letak kantor Maestro English Course yang tak kunjung kelihatan.

dua tiga empat, orang-orang berlalu lalang memakai sepeda yang bermacam-macam model dan warnanya. Ketika pertama kali menapakkan kaki di Kampung Inggris, Kediri basah terguyur hujan namun tak pula menyusutkan niat para pesepeda untuk berhenti dan berteduh.


Dengan lelah kami menyeret koper berat serta badan yang pegal kedalam kamar "kost" kami. Saat tiba tepat didepan pintu kost....Bukan, Saat pertama kali aku melangkahkan kaki menjauhi pintu rumah di Makassar, saat itulah aku menyadari akan ada banyak hal baru yang akan terukir ketika aku kembali.

-----

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Tanpa aku sadari, orang-orang pulang dan pergi. Mulai dari ka Apid, ka paad, rama, ka anggi, hingga... waktu kami tiba.

Singkat cerita, Tanpa  disangka sebulanpun berlalu. Tempat yang awalnya kuanggap adalah kesalahan untukku untuk pergi kesana, kini menjadi tempat yang akan sangat kurindukan. Setiap detik yang berlalu saat disana, setiap tawa yang terhias disana akan menjadi detik terindah untukku, akan menjadi tawa terbaikku.

Dan ketika aku mendepak koper, menutup pintu kost dan melambaikan selamat tinggal pada orang-orang disana, saat itulah pertama kali aku mengucap syukur untuk kesalahan ku.

Karna kita takkan pernah menyadari betapa indahnya setangkai bunga hingga ia menjadi layu. Sama halnya seperti kenangan, kita takkan menyadari indahnya hingga itu menjadi memori.

Orang-orang pergi dan datang
silih berganti, hingga tanpa menyadari
waktu kita telah tiba untuk pergi.

- Anonimous.

.