Maaf karna telah mempersilahkan cinta mengetuk dan mengizinkannya hadir.
Oleh karna itu, persilahkanlah kata untuk mengungkap kepedihannya.
Maaf karna terlalu bermimpi menganggap cinta berlabuh juga pada pelabuhanmu.
Maka dari itu, bangunkan lah agar tak semakin terhanyut dalam mimpi itu.
Maaf karna telah berharap untuk kau tetap tinggal dan kembali membangun kerajaan dihati.
Karna itu, hancurkan lah sebelum semuanya telah terbangun begitu tinggi.
Maaf karna telah mendamba.
Namun nyatanya kau mendusta.
Jika kata maaf tak sanggup menjadi kendaraan untuk kau kembali, izinkanlah kata selamat tinggal untuk menjadi pengantarku untuk pergi.
Jika rasa cinta tak bisa menjadi penghalangmu untuk mendua, maka buatlah penyembuh yang baik agar menjadi penawar luka.
Maaf,
Maaf karna telah merindukan senyuman itu. Merindukan getaran yang ia dampakkan.
Maaf karna telah terlanjur menjadikan sepasang matamu sebagai kebutuhan. Karna segalanya nampak tak tak terlihat tanpanya
Maaf karna telah begitu memuja suara mu. Karna kicauan merdu burung pun terkalahkan oleh merdunya suaramu.
Maaf karna telah menganggap kehadiranmu bagaikan cahaya yang bahkan terik sang matahari tak menandingini ragamu.
Maaf telah menjadi alasanmu untuk pergi. Seorang gadis bodoh yang tak hentinya meresahkanmu dengan segala tingkah lakunya.
Tingkah laku yang kau anggap mengganggu. Namun yang ia lakukan adalah menjadikanmu pusat perputaran dunianya.
Gadis bodoh yang hanya ingin mengetahui keadaanmu, yang hanya merasa peduli terhadapmu, yang hanya ingin menatap senyummu, setiap harinya.
Namun, yang kau lakukan adalah mencampakkannya, mengacuhkannya. Lalu bagaimana dengannya? Ia baik-baik saja. Hingga kau pergi meninggalkannya.
Gadis yang hidupnya penuh warna telah berubah menjadi kelabu. Gadis yang wajahnya selalu terhiaskan senyuman, kini membekaskan topeng demi menyelimuti kesedihannya.
Gadis bodoh yang kau campakkan itu, telah kehilangan arah untuk mencari jejak keberadaanmu. Gadis bodoh yang terbutakan oleh lima huruf, satu kata, dan yang tak ia mengerti maknanya, cinta.
Ia mencari, mencari, dan mencari. Kemana? Kemana sang pembangun istana itu? Mengapa ia menghacurkan keindahannya hingga menjadi kepingan yang menjadi luka?
Tak hentinya ia bertanya, apakah salahnya, hingga ia harus tersakiti dengan serpihan istana yang bahkan dibuat oleh orang yang bahkan tak pernah menjawab kepeduliannya?
Mengapa begitu sulit untuk mencarinya?
Walau tanpa ia sadari sang pembangun itu tak hentinya berlalu lalang dihadapannya.
Sang pembangun yang seakan berpura-pura tak mengerti yang gadis bodoh itu cari.
Hingga sekian lama gadis itu mencari, ia pun mendapatkannya. Mendapatkan tempat sampahnya.
Untuk menampung serpihan yang menyakitinya selama ini. Ya,ia tahu serpihan itu akan menjadi beling pada tempat itu. Namun yang ia lakukan hanyalah tetap membuangnya.
Satu,persatu. Mereka menemui tempat baru. Namun... Tempat itu tak asing bagi serpihan itu. Rasanya seperti telah lama mengenal tempat itu.
Seketika ia kembali mengingat, sejak ia dibangun ditempat nya dulu, ia diciptakan oleh seorang pria tampan, memiliki mata tajam namun begitu menghanyutkan ketika menatapnya, memiliki suara berat namun menenangkan jika didengarnya.
Dan ya, ia begitu lambat menyadari. Bahwa ia kembali pada tuannya. Pencipta sekaligus penghancurnya.
Ia bagaikan sebuah batu bata, ia dapat membangun sebuah bangunan yang tinggi menjulang. Namun ketika ia telah hancur berantakan, dapat menjadi luka yang menyakitkan.
-anonimous?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar