"Sasha!! Lari dan selamatkan pasukan!!"
Gadis
yang sedang memegang pedang itu kemudian berbalik, matanya menatap sepasang
mata coklat menatapnya sendu. Beberapa bulan yang lalu, saat Zerya memilihnya
untuk berada diarea perang, bermulai dari situlah, kebiasaan bermake up, tas mahal, serta waktu yang
menghabiskan berbelanja di mall, tidak lagi ada dalam dirinya.
Sasha
benar-benar telah melupakan masa lalunya, gaun mahalnya telah berganti menjadi
baju zirah yang kuat. Tas bernilai ratusan juta tidak lagi menghiasi
jari-jarinya, hanya sebuah pedang tajam yang siap menembus tubuh musuh-musuhnya
yang ada disana.
Setiap
hari, dia berada dipacuan kudanya, membela agama yang sepantasnya dilakukannya
sejak dulu.. Setiap ada prajurit yang gugur di medan pertempuran, biasa dia
mencium bau harum dari mayat mereka, membuatnya sadar, akan semahal apapun
parfum yang dipakainya, tidak akan bisa membuatnya wangi di kubur nanti.
"Sasha!
Awas!"
Sasha
terlalu lambat untuk menyadari, bahwa sebuah pedang telah tertancap
dijantungnya. Hal terakhir yang dilihatnya adalah, Zerya menatapnya dengan
senyuman. Kemudian segalanya menjadi gelap.
***
"Dimana aku? Apakah ini alam baka?"
Sasha mengerjabkan mata nya berkali-kali, menyadari bahwa
dia berada ditempat yang gelap tak bercahaya, segera dia bangkit dan berdiri
dari tempatnya.
"Bukan."ucap sebuah suara menjawab. Suara yang
persis dengan suara Sasha.
"Siapa kau?"
"Aku?" tanya suara tanpa wujud itu, "Aku
adalah kamu."
"Aku? Jangan bermain-main denganku! Beritahu aku
sekarang, dimana aku?!"
"Kau... berada dimana dirimu berada. Sisi tergelap
dalam dirimu."
"Si--Sisi.....tergelap?"
"Ya, kau berada disisi tergelap dalam dirimu." Sasha
memegangi kepalanya, berusaha mencerna segala hal yang di dengar nya. "Ya,
aku adalah kejahatan dalam dirimu."Lanjut suara itu membuat Sasha bergidik
ngeri.
"Aku tidak jahat!"
"Kau jahat, Sasha. Orang-orang membencimu! Orang tua
mu membencimu! Sahabat-sahabat mu membencimu! Kau tahu kenapa? Karna sikap
egois dalam dirimu telah mengalahkan sifat malaikatmu! Tidak ada yang
menyukaimu! Mereka tidak pernah mengharapkan kau hidup!"
Sasha kemudian mengingat menegenai orang tuanya yang
selalu bertengkar karenanya. Membuatnya benar-benar menyesal telah hidup dimuka
bumi.
"Tidak! Tidak! Orang tuaku menyayangiku!!
Sahabat-sahabatku menyukaiku!"
"Apa? Kau bilang menyayangimu?" ada jeda
diantaranya, kemudian suara itu kembali melanjutkan, "Apakah orang tuamu akan tetap menyayangimu
setelah kau membanting pintu dihadapannya? Setelah kau membuatnya kewalahan
dengan sikap borosmu itu? Apakah sahabat yang kau anggap sahabat itu akan
menyayangimu saat mereka mengetahui kau bahkan menceritakan kejelekannya pada
orang lain? Mengadu dombanya dengan orang lain? Kemudian kau datang seolah
menjadi malaikat penengah diantara mereka walaupun sebenarnya kau adalah iblis
yang berdandan layaknya malaikat?"Suara itu dengan nada meremehkan.
Sasha kemudian mengingat-ingat segala perbuatan nya pada
kedua orang tuanya, dia benar-benar menyesal dengan apapun perbuatannya. Dia
menyesal. Segala yang dilakukannya agar demi ia tenar dan terkenal, namun tanpa
disengajanya, dia telah kehilangan orang-orang yang disayanginya, membuat
mereka kecewa akan kehadirannya.
"Tapi bukankah itu adalah keinginanmu? Ayolah
ikutlah bersamaku, kau akan mendapatkan ketenaran dan kebahagiaanmu. Serta
orang-orang yang disekitarmu akan hidup tenang tanpamu."
Seketika ada sebuah tangan yang muncul dihadapannya,
namun keadaan masih tetap gelap gulita. Sasha menatap lengan itu, dia benar ini
semua yang Sasha inginkan. Saat lengannya hampir sampai menyentuh lengan itu,
seketika sekelibatan ingatan tentangnya beberapa tahun lalu hadir diingatannya,
saat dimana Sasha melaksanakan sholat tahajud, meminta kepada Allah agar dia
lulus ujian sambil menangis tersedu-sedu, saat dia melihat kedua orang tuanya
tersenyum serta menangis haru melihatnya memegang piala kejuaraan lomba
matematika saat smp, dan saat Sasha sedang tertawa bersama sahabat-sahabatnya
makan diwarteg. Ingatan itu, membuat Sasha rindu. Membuatnya rindu akan dirinya
yang dulu, tanpa segala hal bermerek yang tidak berharga itu.
"Aku tidak akan ikut denganmu."
"Kenapa?! Lalu kau akan kembali pada mereka?! Mereka
tidak akan pernah menyayangimu! Mereka tidak akan pernah memaafkan kejahatanmu!"
"Apabila mereka tidak memaafkanku, setidaknya aku
ingin meminta maaf pada tuhanku. Dan aku yakin, pintu maaf tuhanku akan selalu
terbuka bagiku!" tempat itu sunyi seketika, hanya terdengar suara deruhan
nafas Sasha yang tidak beraturan. "Dan
kau tahu kenapa aku tidak mau ikut denganmu? Karna kau bukan aku. Kaulah sang
iblis, yang akan membuat ku terperangkap pada perangkap mu." Lanjutnya.
Saat itu juga, Sasha mengangkat kedua tangannya, meminta
maaf pada yang maha penerima taubat, membuat sang Iblis berteriak meronta-ronta
kepanasan. Kemudian, setitik cahaya menerangi mereka, mengalahkan sang
kegelapan. Membuat Sasha menutup matanya karna cahaya itu bersinar terlalu
terang memasuki indra penglihatannya.
****
"Sasha!
Mesjid udah mau adzan, ayo nanti telat sholat idul fitrinya!"
Setetes
air membasahi pipi gadis itu, betapa dirindukannya suara lembut itu. Kemudian,
dia beranjak dari tempat tidurnya, berlari membuka pintu kamar lalu memeluk
Ibunya erat.
"tunggu
5 menit lagi , Sasha turun."
Beberapa menit kemudian, Sasha turun dari kamarnya
yang berada dilantai dua menuju ayah dan ibunya yang sedang duduk diruang tamu.
Mereka seketika saling menatap lalu saling bertukar senyum satu sama lain, saat
melihat anak tunggal mereka kembali menjadi Sasha yang mereka rindukan. Rambut
lembut gadis itu telah tertutupi kain berwarna putih, pakaian meriah serta make
up tebal tergantikan menjadi pakaian sederhana dan wajah alami tak bermake up.
Setelah
melaksanakan sholat id, Sasha menentukan untuk berjalan kaki pulang dari mesjid
agar bertemu dengan sahabatnya lalu meminta maaf mereka, yang langsung dioleh
hangatnya pelukan mereka. Saat langkahnya ingin memasuki pagar rumah, suara
bariton menghancurkan lamunan Sasha, membuat langkahnya seketika berhenti, "Sasha?"
ucap sosok tampan berbaju koko serta songkok itu.
Kepalanya
terlalu terlambat mencerna bahwa seseorang dihadapannya adalah seseorang yang
sangat ingin ditemuinya sekarang. Tanpa disangkanya, bibirnya bergumam, "Zerya?!"
Karna tulang rusuk pemiliknya, tidak akan pernah
menjadi tulang rusuk orang lain.
-anonimous.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar