Minggu, 27 Desember 2015

Seniman Abadi

Seniman, seorang pembuat seni. Sejak bertemu denganmu pada hari itu, kau mengajarkanku bahwa tak selamanya seorang seniman hanya menghasilkan sebuah lukisan yang terlukis diatas kanvas dengan berbagai macam warna oleh cat.  Dugaan yang kucurigakan selama ini benar, diantara semua pelukis handal dimuka bumi ini, Kau lah yang terbaik. 

Sangat teringat jelas diingatanku warna yang kau pilih sejak pertemuan itu, warna kuning. Melihat tatap matamu, sepercik cat berwarna kuning jatuh bertaburan. 

Kuning, lambang kebahagiaan. Sungguh, aku tak pandai menyangkal bahwa kau begitu pandai melukis warna itu. Keceriaan, tawa, serta keindahan terhias jelas diingatanku. 

Lalu, warna kedua. Warna yang kau pilih adalah merah. Simbol cinta dan rasa ingin memiliki. Merah. Warna inilah yang begitu mengkontaminasi kanvas lukisan yang kau buat. Sejak melihat senyummu pada pertemuan pertama itu, kau meengenalkanku pada rasa ingin memiliki yang tumbuh kesat dihatiku. Mengeksploitasi segala sisinya oleh rasa cinta yang kau lukiskan.

Dan warna yang ketiga yang kau pilih adalah warna yang begitu kubenci saat kau memilihnya, Biru. Simbol kesedihan. Kau memilihnya demi menyempurnakan lukisan yang kau buat. Kau menyempurnakan luka yang membekas biru sementara kau semakin berjalan menjauh. Meninggalkan warna biru itu tumpah memenuhi permukaan lukisanmu. 

Pergi. Kepergianmu menyisakan biru yang menjajah segala warna yang lain. Warna merah dan kuning yang dulu kau lukis begitu indah, kau hancurkan dengan warna biru yang kau tinggalkan membekas luka begitu saja.

Kanvas dan lukisanmu kau tinggalkan dalam keadaan hancur berantakan. Kau permainkan perasaan ku dengan kuas dan cat berwarna-warni yang kau miliki. Sifatmu bagaikan pelukisnya, sedangkan hatiku bagaikan kanvas nya.

Kanvas yang sebelumnya putih tak mengerti warna kau warnai dengan berbagai macam warna. Kau mengenalkannya pada warna merah dan kuning yang membuat kanvas itu terlihat lebih hidup dan berarti, namun kau pula yang mengenalkannya dengan warna biru yang membuatnya kosong dan tak bermakna. 

Kau, memimpikanku dengan artinya sebuah cinta dan rasa kebahagiaan. Namun kau pula yang membangunkanku dengan luka yang tak tertahankan.

Karya senimu begitu mengagumkan, tak pernah kutemukan karya yang sama seperti yang kau hasilkan. Karya seni yang disebut, Patah Hati.
-Blue.


Kamis, 24 Desember 2015

04.30 p.m, Senja Hari.

Begitu indah, kicauan burung warna-warni mengisi ruang kosong pepohonan, Langit kuning kebiruan bercahaya menghiasi langit, berbagai macam wewangian bunga mengharumkan udara. 
Itulah senja. Pemandangan yang memanjakan mata, semerbak bau wangi menyejukkan udara. 

Tahukah kamu apakah senja itu?
Ia datang memberikan pemandangan indah layaknya matahari terbenam diseblah barat. Namun setelah keindahan itu, ia pergi dan meninggalkan kegelapan yang menyesakkan. 

Bukankah senja adalah sebuah perumpamaan yang paling tepat untuk mu?

Datang dan melukis tawa dan membakar cinta. Namun setelah itu, kau pergi dan memandamkan cinta dengan air mata.


Dua tiga daun bermekaran, kini cinta telah pergi bertebaran.  -Jarjit?

Selasa, 22 Desember 2015

Pernyataan maaf

Maaf,

Maaf karna telah mempersilahkan cinta mengetuk dan mengizinkannya hadir.
Oleh karna itu, persilahkanlah kata untuk mengungkap kepedihannya.

Maaf karna terlalu bermimpi menganggap cinta berlabuh juga pada pelabuhanmu.
Maka dari itu, bangunkan lah agar tak semakin terhanyut dalam mimpi itu.

Maaf karna telah berharap untuk kau tetap tinggal dan kembali membangun kerajaan dihati.
Karna itu, hancurkan lah sebelum semuanya telah terbangun begitu tinggi.

Maaf karna telah mendamba.
Namun nyatanya kau mendusta.

Jika kata maaf tak sanggup menjadi kendaraan untuk kau kembali, izinkanlah kata selamat tinggal untuk menjadi pengantarku untuk pergi.

Jika rasa cinta tak bisa menjadi penghalangmu untuk mendua, maka buatlah penyembuh yang baik agar menjadi penawar luka.

Maaf,

Maaf karna telah merindukan senyuman itu. Merindukan getaran yang ia dampakkan.

Maaf karna telah terlanjur menjadikan sepasang matamu sebagai kebutuhan. Karna segalanya nampak tak tak terlihat tanpanya

Maaf karna telah begitu memuja suara mu. Karna kicauan merdu burung pun terkalahkan oleh merdunya suaramu.

Maaf karna telah menganggap kehadiranmu bagaikan cahaya yang bahkan terik sang matahari tak menandingini ragamu.

Maaf telah menjadi alasanmu untuk pergi. Seorang gadis bodoh yang tak hentinya meresahkanmu dengan segala tingkah lakunya.

Tingkah laku yang kau anggap mengganggu. Namun yang ia lakukan adalah menjadikanmu pusat perputaran dunianya.

Gadis bodoh yang hanya ingin mengetahui keadaanmu, yang hanya merasa peduli terhadapmu, yang hanya ingin menatap senyummu, setiap harinya.

Namun, yang kau lakukan adalah mencampakkannya, mengacuhkannya. Lalu bagaimana dengannya? Ia baik-baik saja. Hingga kau pergi meninggalkannya. 

Gadis yang hidupnya penuh warna telah berubah menjadi kelabu. Gadis yang wajahnya selalu terhiaskan senyuman, kini membekaskan topeng demi menyelimuti kesedihannya.

Gadis bodoh yang kau campakkan itu, telah kehilangan arah untuk mencari jejak keberadaanmu. Gadis bodoh yang terbutakan oleh lima huruf, satu kata, dan yang tak ia mengerti maknanya, cinta.

Ia mencari, mencari, dan mencari. Kemana? Kemana sang pembangun istana itu? Mengapa ia menghacurkan keindahannya hingga menjadi kepingan yang menjadi luka? 

Tak hentinya ia bertanya, apakah salahnya, hingga ia harus tersakiti dengan serpihan istana yang bahkan dibuat oleh orang yang bahkan tak pernah menjawab kepeduliannya?

Mengapa begitu sulit untuk mencarinya?
Walau tanpa ia sadari sang pembangun itu tak hentinya berlalu lalang dihadapannya.

Sang pembangun yang seakan berpura-pura tak mengerti yang gadis bodoh itu cari. 

Hingga sekian lama gadis itu mencari, ia pun mendapatkannya. Mendapatkan tempat sampahnya.

Untuk menampung serpihan yang menyakitinya selama ini. Ya,ia tahu serpihan itu akan menjadi beling pada tempat itu. Namun yang ia lakukan hanyalah tetap membuangnya. 

Satu,persatu. Mereka menemui tempat baru. Namun... Tempat itu tak asing bagi serpihan itu. Rasanya seperti telah lama mengenal tempat itu.

Seketika ia kembali mengingat, sejak ia dibangun ditempat nya dulu, ia diciptakan oleh seorang pria tampan, memiliki mata tajam namun begitu menghanyutkan ketika menatapnya, memiliki suara berat namun menenangkan jika didengarnya.

Dan ya, ia begitu lambat menyadari. Bahwa ia kembali pada tuannya. Pencipta sekaligus penghancurnya.


Ia bagaikan sebuah batu bata, ia dapat membangun sebuah bangunan yang tinggi menjulang. Namun ketika ia telah hancur berantakan, dapat menjadi luka yang menyakitkan.

-anonimous?