Minggu, 27 Desember 2015

Seniman Abadi

Seniman, seorang pembuat seni. Sejak bertemu denganmu pada hari itu, kau mengajarkanku bahwa tak selamanya seorang seniman hanya menghasilkan sebuah lukisan yang terlukis diatas kanvas dengan berbagai macam warna oleh cat.  Dugaan yang kucurigakan selama ini benar, diantara semua pelukis handal dimuka bumi ini, Kau lah yang terbaik. 

Sangat teringat jelas diingatanku warna yang kau pilih sejak pertemuan itu, warna kuning. Melihat tatap matamu, sepercik cat berwarna kuning jatuh bertaburan. 

Kuning, lambang kebahagiaan. Sungguh, aku tak pandai menyangkal bahwa kau begitu pandai melukis warna itu. Keceriaan, tawa, serta keindahan terhias jelas diingatanku. 

Lalu, warna kedua. Warna yang kau pilih adalah merah. Simbol cinta dan rasa ingin memiliki. Merah. Warna inilah yang begitu mengkontaminasi kanvas lukisan yang kau buat. Sejak melihat senyummu pada pertemuan pertama itu, kau meengenalkanku pada rasa ingin memiliki yang tumbuh kesat dihatiku. Mengeksploitasi segala sisinya oleh rasa cinta yang kau lukiskan.

Dan warna yang ketiga yang kau pilih adalah warna yang begitu kubenci saat kau memilihnya, Biru. Simbol kesedihan. Kau memilihnya demi menyempurnakan lukisan yang kau buat. Kau menyempurnakan luka yang membekas biru sementara kau semakin berjalan menjauh. Meninggalkan warna biru itu tumpah memenuhi permukaan lukisanmu. 

Pergi. Kepergianmu menyisakan biru yang menjajah segala warna yang lain. Warna merah dan kuning yang dulu kau lukis begitu indah, kau hancurkan dengan warna biru yang kau tinggalkan membekas luka begitu saja.

Kanvas dan lukisanmu kau tinggalkan dalam keadaan hancur berantakan. Kau permainkan perasaan ku dengan kuas dan cat berwarna-warni yang kau miliki. Sifatmu bagaikan pelukisnya, sedangkan hatiku bagaikan kanvas nya.

Kanvas yang sebelumnya putih tak mengerti warna kau warnai dengan berbagai macam warna. Kau mengenalkannya pada warna merah dan kuning yang membuat kanvas itu terlihat lebih hidup dan berarti, namun kau pula yang mengenalkannya dengan warna biru yang membuatnya kosong dan tak bermakna. 

Kau, memimpikanku dengan artinya sebuah cinta dan rasa kebahagiaan. Namun kau pula yang membangunkanku dengan luka yang tak tertahankan.

Karya senimu begitu mengagumkan, tak pernah kutemukan karya yang sama seperti yang kau hasilkan. Karya seni yang disebut, Patah Hati.
-Blue.


Kamis, 24 Desember 2015

04.30 p.m, Senja Hari.

Begitu indah, kicauan burung warna-warni mengisi ruang kosong pepohonan, Langit kuning kebiruan bercahaya menghiasi langit, berbagai macam wewangian bunga mengharumkan udara. 
Itulah senja. Pemandangan yang memanjakan mata, semerbak bau wangi menyejukkan udara. 

Tahukah kamu apakah senja itu?
Ia datang memberikan pemandangan indah layaknya matahari terbenam diseblah barat. Namun setelah keindahan itu, ia pergi dan meninggalkan kegelapan yang menyesakkan. 

Bukankah senja adalah sebuah perumpamaan yang paling tepat untuk mu?

Datang dan melukis tawa dan membakar cinta. Namun setelah itu, kau pergi dan memandamkan cinta dengan air mata.


Dua tiga daun bermekaran, kini cinta telah pergi bertebaran.  -Jarjit?

Selasa, 22 Desember 2015

Pernyataan maaf

Maaf,

Maaf karna telah mempersilahkan cinta mengetuk dan mengizinkannya hadir.
Oleh karna itu, persilahkanlah kata untuk mengungkap kepedihannya.

Maaf karna terlalu bermimpi menganggap cinta berlabuh juga pada pelabuhanmu.
Maka dari itu, bangunkan lah agar tak semakin terhanyut dalam mimpi itu.

Maaf karna telah berharap untuk kau tetap tinggal dan kembali membangun kerajaan dihati.
Karna itu, hancurkan lah sebelum semuanya telah terbangun begitu tinggi.

Maaf karna telah mendamba.
Namun nyatanya kau mendusta.

Jika kata maaf tak sanggup menjadi kendaraan untuk kau kembali, izinkanlah kata selamat tinggal untuk menjadi pengantarku untuk pergi.

Jika rasa cinta tak bisa menjadi penghalangmu untuk mendua, maka buatlah penyembuh yang baik agar menjadi penawar luka.

Maaf,

Maaf karna telah merindukan senyuman itu. Merindukan getaran yang ia dampakkan.

Maaf karna telah terlanjur menjadikan sepasang matamu sebagai kebutuhan. Karna segalanya nampak tak tak terlihat tanpanya

Maaf karna telah begitu memuja suara mu. Karna kicauan merdu burung pun terkalahkan oleh merdunya suaramu.

Maaf karna telah menganggap kehadiranmu bagaikan cahaya yang bahkan terik sang matahari tak menandingini ragamu.

Maaf telah menjadi alasanmu untuk pergi. Seorang gadis bodoh yang tak hentinya meresahkanmu dengan segala tingkah lakunya.

Tingkah laku yang kau anggap mengganggu. Namun yang ia lakukan adalah menjadikanmu pusat perputaran dunianya.

Gadis bodoh yang hanya ingin mengetahui keadaanmu, yang hanya merasa peduli terhadapmu, yang hanya ingin menatap senyummu, setiap harinya.

Namun, yang kau lakukan adalah mencampakkannya, mengacuhkannya. Lalu bagaimana dengannya? Ia baik-baik saja. Hingga kau pergi meninggalkannya. 

Gadis yang hidupnya penuh warna telah berubah menjadi kelabu. Gadis yang wajahnya selalu terhiaskan senyuman, kini membekaskan topeng demi menyelimuti kesedihannya.

Gadis bodoh yang kau campakkan itu, telah kehilangan arah untuk mencari jejak keberadaanmu. Gadis bodoh yang terbutakan oleh lima huruf, satu kata, dan yang tak ia mengerti maknanya, cinta.

Ia mencari, mencari, dan mencari. Kemana? Kemana sang pembangun istana itu? Mengapa ia menghacurkan keindahannya hingga menjadi kepingan yang menjadi luka? 

Tak hentinya ia bertanya, apakah salahnya, hingga ia harus tersakiti dengan serpihan istana yang bahkan dibuat oleh orang yang bahkan tak pernah menjawab kepeduliannya?

Mengapa begitu sulit untuk mencarinya?
Walau tanpa ia sadari sang pembangun itu tak hentinya berlalu lalang dihadapannya.

Sang pembangun yang seakan berpura-pura tak mengerti yang gadis bodoh itu cari. 

Hingga sekian lama gadis itu mencari, ia pun mendapatkannya. Mendapatkan tempat sampahnya.

Untuk menampung serpihan yang menyakitinya selama ini. Ya,ia tahu serpihan itu akan menjadi beling pada tempat itu. Namun yang ia lakukan hanyalah tetap membuangnya. 

Satu,persatu. Mereka menemui tempat baru. Namun... Tempat itu tak asing bagi serpihan itu. Rasanya seperti telah lama mengenal tempat itu.

Seketika ia kembali mengingat, sejak ia dibangun ditempat nya dulu, ia diciptakan oleh seorang pria tampan, memiliki mata tajam namun begitu menghanyutkan ketika menatapnya, memiliki suara berat namun menenangkan jika didengarnya.

Dan ya, ia begitu lambat menyadari. Bahwa ia kembali pada tuannya. Pencipta sekaligus penghancurnya.


Ia bagaikan sebuah batu bata, ia dapat membangun sebuah bangunan yang tinggi menjulang. Namun ketika ia telah hancur berantakan, dapat menjadi luka yang menyakitkan.

-anonimous?

Sabtu, 21 November 2015

DIY Bahagia

OUTLINE :
I. AGAR BERBAHAGIA
   A. Mudah Memaafkan
       - Tidak ada kebencian
       - Hati bersih
   B. Gampang Mengikhlaskan
        - Jiwa Tenang
        - Hati tentram
   C. Rajin Bersyukur
        - Selalu berkecukupan
        - Tak ada iri hati

.
.

Sabtu, 14 November 2015

Mengapa aku menulis?

Untuk apa aku menulis?

Apakah?

Apakah hanya menjadi tempat penyaluran bakat yang tak tersalurkan?
Apakah hanya menjadi tempat mengungkapkan kata yang tak pernah terucapkan?
Apakah hanya menjadi penghibur rasa yang tak mungkin terbalaskan?

Mungkinkah?

Mungkinkah aku menulis demi mempersilahkan segala curahan yang ingin tercurahkan keluar melalui segala rangkaian kata?
Mungkinkah aku menulis semata-mata ingin dipandang pandai merangkai kata oleh orang lain?
Mungkinkah, aku menulis untuk melepaskan kepedihan, sakit hati, serta tangis pada kehidupan?
Mungkinkah, aku menulis demi membuat sebuah kisah fiksi yang begitu kuinginkan terjadi dikehidupanku?

Walaupun kutahu hal itu sangat tidak mungkin terjadi pada kehidupan kelam yang kulalui.

Akan sangat banyak pendeskripsian yang dapat mendeskripsikan dalam hal apa aku ingin menulis.

Apakah aku menulis demi menyampaikan perasaan?.

ya, benar. Karna kutahu tak semua perasaan harus tersampaikan melalui ucapan.
Apakah aku menulis demi menghilangkan kepedihan dalam hidup? 

Iya, Aku menulis demi menghilangkan penat, serta segala hal yang membuatku hampir jatuh. 

Menulis memberiku kekuatan. Seakan disetiap rangkaian kata yang kutuliskan mampu mengalahkan ketidak mampuanku menghadapi segalanya.

Menulis memberiku kebahagiaan. Seakan setiap detik waktu yang kuhabiskan bagaikan terhabiskan oleh pelangi yang bercahaya, bunga-bunga yang bermekaran serta burung warna-warni yang beterbangan.

Menulis memberiku kedamaian. Seakan didalamnya terdapat puluhan hektar padang rumput yang baru saja basah akibat terguyur air hujan.

Menulis memberiku waktu. Waktu untuk berpikir lebih jernih demi menata segala hal agar menjadi lebih sempurna.

Menulis membuatku berpikir. Bagaimana bisa, sebuah rangkaian kata yang kutuliskan dapat membuatku merasakan kebahagiaan, ketenangan, dan kedamaian dalam waktu bersamaan?

Bagaimana bisa? Akibat suatu rangkaian kata, dapat membuat sehari dalam hidupku begitu berharga.

Bagaimana bisa? Hanya karna rangkaian kata, aku dapat merubah persepsi dan cara berfikir orang lain?

Lalu bagaimana bisa? Hanya karna sebuah rangkaian kata, aku dapat bermanfaat bagi kehidupan orang lain?

Aku mengingat kutipan dari Imam Al-Ghazali yang mengatakan "Apabila kamu bukan anak raja dan anak seorang ulama besar. Maka jadilah penulis."

Aku jadi mengerti. Menjadi seorang penulis sangat lah penting. Bahkan seorang anak raja serta anak ulama besar pun dapat terkalahkan oleh seorang penulis yang bermanfaat.

Kalau beberapa orang menganggap, penulis hanya duduk didepan kertas menunggu ide mengalir lalu semuanya akan dituliskan begitu saja.

Bukan, menulis tak semudah itu. Menulis tak semudah duduk dengan secangkir kopi menunggu ide lalu mengetiknya dilaptop. Menulis memerlukan tekad serta ilmu yang tinggi. 

Bayangkan saja, jika seorang penulis tak memiliki tekad, tulisan yang ia tuliskan tak akan selesai hingga akhir hayat.

Lalu apa yang terjadi jika seorang penulis tak memiliki ilmu? 



Kamis, 12 November 2015

Sepucuk surat terakhir

p.s : saya tidak pernah berniat untuk mengutip suatu cerita/suatu kejadian nyata.
 understood?!

Dear Nya,

Surat ini kudedikasikan padanya yang telah pergi dari kehidupanku. Lebih tepatnya dari.... hatiku.

Untuk nya, yang selalu melukis senyuman indah diwajahku meski tanpa sepengetahuannya.

Untuk nya, yang datang seketika membuatku jatuh padanya.

Serta untuknya pula, yang pergi seketika lalu dengan sangat mudah menghancurkan segalanya.


Dia. Begitu perih mata ini mengetahui ia hendak pergi menjauh. Sangat hancur hati ini menatap kepergian tanpa sepatah kata pun yang tersisa. Amat membunuh jiwa ini mendengar ia telah berpihak pada yang lain. Engkau, yang telah menghidupkan hati, jiwa, raga, cinta dan kasih sayang ini, Namun Engkau pula tak cukup sedetik telah menghapus segala keindahannya.

Engkau, Apakah engkau tahu apakah yang tersisa atas penduaanmu itu? Jiwa yang rapuh, Hati yang hancur, serta harapan yang kosong. Engkau, apakah engkau tahu? kepergianmu tak terlalu masalah bagiku, bahkan engkau pergi sejauh apapun tak pernah menggoyahkan dinding yang kubangun. Namun, apakah engkau menyadari, Seyuman tulus itu tak lagi terhias disana semenjak kau pergi demi memperjuangkan yang lain. Segala cengiran, tawa, serta kebahagiaan yang kau lukis, telah pudar menjadi sebuah karya seni yang menakjubkan, yaitu kesakitan.

Aku, yang dulu pernah percaya namun aku dibohongi.
Aku, yang dulu pernah cinta namun aku terhianati.
Aku, yang dulu pernah bertahan namun tak kau perdulikan,
Aku, yang dulu pernah peduli namun dengan begitu sadis kau acuhkan.
Aku, yang nyatanya hadir disetiap pagimu, namun kasat mata dipandanganmu.
Aku, yang dulu berjuang mati-matian, dengan sangat keji kau lepaskan begitu saja.

Hanya karna apa?!

Karna, DIA!

Hanya karna dia, yang bahkan tak bisa melukis tawa dibibirmu.
Hanya karna dia, yang bahkan tak cukup lama, hadir dihidupmu.
Hanya karna dia, yang bahkan tak pernah MENGUNJUNGI MU TIAP PAGI.
Hanya karna dia, yang bahkan tak pernah rela meluangkan waktunya walau hanya demi menatap senyuman indahmu tiap pagi.
Hanya karna dia, yang bahkan tak jelas rasa cintanya.

Oleh karna itu, Aku, mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya padamu.
Padamu, yang rela melepaskan sekantong berlian asli, demi menggantikannya dengan sebiji jagung yang telah basi.
Apakah kau tahu? Selama ini, Apakah aku pernal menyesali suatu hal?
Tidak, bahkan aku mensyukuri rasa sakit ini. 
Karna, Tuhan telah mengajariku bahwa AMAT SANGAT TIDAK PANTAS, SEKANTONG BERLIAN MENANGISI AKAN POSISINYA TERGANTIKAN HANYA KARNA SEBUAH BIJI JAGUNG. KARNA IA MENGERTI, YANG DAPAT MEMILIKINYA HANYALAH ORANG-ORANG KALANGAN ATAS YANG BISA MEMBEDAKAN YANG MANA PANTAS IA PERJUANGKAN SERTA YANG MANA PANTAS IA BUANG DITONG SAMPAH.

Lalu terhadap engkau, Aku sangat kasihan terhadapmu. Kau telah kehilangan seseorang yang mencintaimu tanpa batas demi orang yang mencintaimu dengan terbatas. Lalu Aku? Aku hany kehilangan seseorang yang tak pernah menghargai perjuanganku, walau kutahu, ada banyak yang memperjuangkanku diluar sana. 



Ketika sepotong hati telah menemukan
sepotong yang lainnya, saat itulah
dimana hati itu menemukan tempatnya
kembali.
- Suci Sultan

Sabtu, 31 Oktober 2015

Marry Your Daughter - Brian McKnight

Created By : Suci Sultan diwattpad as fictionalcrush
Tema : Songfic
Alur : Sedikit gaje
P.S : Jangan terlalu baper ini cuma dunia hayalan yang saya tuangkan dalam sebuah rangkaian kata demi menghibur kesepian hati.

--------

November, 2022.
Makassar, Indonesia.

Kutatap ganggang pintu bercat putih dihadapanku sambil beberapa kali mengusap kotak merah beludru yang kugenggam erat ditangan kananku. Resah, Gundah, Bahagia serta segala rasa bercampur aduk dalam benakku. Mataku menatap langit memohon kecerahannya. Menatap burung-burung warna warni beterbangan meminta kicauan manisnya. Meminta angin berderu membisikkan alunan indahnya. Pada hari spesial ku ini. Ya, Ini adalah hari spesialku untuk Gadisku.

Kata orang lain dia tidak terlalu cantik, namun begitu mempesona dimataku. Kata temanku dia gadis yang aneh namun terlihat begitu indah olehku. Kata sahabatku ia adalah gadis yang konyol, bertingkah tidak jelas dan sangat kekanak-kanakan, namun tanpa kusangka hal itulah yang membuat Dia terlihat begitu sempurna  dihatiku. Lalu Aku? Seorang pria yang dapat dikatakan sempurna, yang tak hentinya bertanya bagaimana bisa, seorang gadis tidak cantik, aneh serta bertingkah konyol itu dapat menghanyutkanku dengan pesona ketidak sempurnaannya itu.

Dengan pelan kuketokkan pintu itu beberapa kali, ketokan pintu yang sangat pelan itu berbanding terbalik dengan jantungku yang tak hentinya mengetok mengikuti irama desiran darahku yang memompa begitu cepat. Beberapa detik berlalu, hingga seorang wanita paruh baya tiba dihadapanku bersama senyuman manis menghiasi wajahnya. Setelah menjelaskan tujuanku, Ia segera membawaku pada ruang keluarga yang terletak tepat beberapa meter dari pintu depan. Mataku seketika menangkap sebuah pasang mata coklat yang membuat duniaku berhenti sejenak. Ya tuhaan!! Mengapa gadis ini begitu memikatku?! Bahkan hanya karna sepasang mata itu dapat membuatku mengacuhkan seorang pria paruh baya yang menatapku tegas dibalik mata hitam mencekamnya.

"Papa, aku mau ke toilet babay!"
Ucap gadisku lalu meninggalkan kami berdua dengan suasana begitu dingin. Bodoh, ucapku dalam hati sambil menatap kepergiannya dengan senyum.
"Saya tau tujuan kamu kesini, silahkan duduk."
Ucapnya begitu tegas. Tak terbantahkan.
"Kamu punya apa, sampai berani melamar anak bungsu saya?"
Deg! Aku sudah tahu pertanyaan inilah yang akan ia katakan padaku. Namun bukan Aku kalau tidak mempersiapkannya dengan sesempurna mungkin. Ini hari spesialku, untuk gadis terspesial ku juga. Gadis yang tak sengaja membuatku jatuh cinta padanya, tepat saat pertemuan pertama kita. Saat yang membuatku berjanji akan menatapnya berjalan dengan gaun pengantinnya yang senada denganku. Saat pertama kali aku berkata "Aku tahu, dan akan memilikinya suatu saat nanti."

"Hm? Kamu punya apa?"
Ucapan itu seketika membuyarkan impianku. Membuatku sadar agar menjadikannya menjadi nyata.
"Om, sebenarnya saya tidak punya apa-apa. Saya memang ceo disalah satu perusahaan besar, saya punya banyak mobil mahal, saya juga punya banyak rumah mewah dimana-mana, saya juga dikelilingi dengan ribuan gadis yang rela bergelayut manja dilengan saya..."
Mata calon mertuaku menyempit mendengar penuturanku. Tentu saja ia tahu semua itu, karna dia juga salah satu rekan bisnis perusahaanku.
"Tapi semua tidak ada artinya tanpa putri anda. Maka izinkan lah saya agar  menjadikan dia jadi ratu di kehidupan saya. Izinkan dia bisa memenuhi semua ketidaksempurnaan segalanya tanpa kehadirannya yang membuat semuanya jadi sempurna. Izinkan dia menjadi cahaya dalam kehidupan saya saat saya tersesat di kegelapan. Izinkan dia menjadi penuntun jalan saya, saat saya salah jalan. Saya tidak berjanji untuk memberikan dia apa yang dia inginkan, namun saya rela mengorbankan apapun demi apapun yang dia butuhkan."

---


Semuanya berjalan begitu cepat, tak terasa gadis yang sejak 7 tahun yang lalu memporakporandakkan hidupku, kini telah berdiri dihadapanku dengan terbalut gaun putih melekat ditubuhnya. Janji serta khayalan yang ku khayalkan 7 tahun yang lalu, menjadi kenyataan 7 tahun setelahnya. Gadisku, yang tanpa sengaja membuatku jatuh padanya bahkan dalam hitungan tak mencapai 4 detik, yang tanpa kuizinkan masuk kedalam lubuk hatiku yang terdalam, yang tanpa memohon sudah membuat singgasana dalam pikiranku. Tak dapat kutahan lagi, setetes air mata meluncur bebas dari mataku bersama dengan ratusan rasa yang telah terbayarkan.



P.S : INI CERITA BUAT LOMBA IW DI WATTPAD. 

Sabtu, 05 September 2015

Siapkah kau tuk jatuh cinta, Lagi?

Kepergiannya benar-benar mengubah 180,99 persen derajat celsius kebiasaan sehari-hariku. Segala kebiasaanku mengenai dirinya telah lenyap hilang seketika dari keseharianku. Dulu, demi melihat wajahnya aku rela bangun tepat jam 5 subuh walaupun dengan menerima kenyataan tak pernah aku temukan senyuman dibaliknya.  Mungkin sangat mudah baginya meninggalkan segala kenangan indah disana, kenangan yang bahkan sampai kapanpun tak akan pernah hilang dalam benakku. Sekolah itu, menyimpan terlalu banyak cerita. Bahagia, sedih, canda dan tawa yang kualami, sekolah itulah yang menjadi saksi bisu. Setiap kulewati pintu gerbang bercat hijau muda itu, benakku seperti seketika mereka ulang kejadian indah itu tanpa lupa mereka kembali kejadian menyakitkannya.


Seiring berjalannya waktu, sekolah itupun yang membantuku untuk merasakan senyuman kembali, walaupun tanpa ada kehadirannya disana. Sekolah itu pula yang mengenalkanku dengan sosok lain yang mungkin saja mengganti penggantinya dalam kisah untuk perjalanan yang selanjutnya.

"Jangan pernah mencari kebahagiaan
ditempat yang sama ketika 
kau kehilangannya."
-Anonimous

Rabu, 22 Juli 2015

Bolehkah, Tuhan?

Bukan mau upload cerita baru.
Bukan berniat membagi kisah lain.
Bukan untuk mengungkapkan sebuah keinginan yang menjadi harapan.
Bukan suatu hal yang penting.
Namun, cuma ingin mengingatkan.

Bolehkah saya bertanya?
Cobalah gerakkan tubuh anda, melihatlah
Apakah yang sedang anda lakukan?
Dimanakah anda?
Dengan siapa kah anda?


Apabila jawaban anda adalah anda sedang bersantai disofa dirumah anda bersama dengan ayah, ibu, kakak, adik, serta siapapun yang berada disana. tersenyumlah
Bersyukurlah.
Apabila anda ingin beribadah, sesungguhnya tak banyak yang harus anda minta pada tuhan. 
Karna sesungguhnya apa yang anda kerjakan, sedang dimana dan bersama siapa anda sekarang, adalah suatu doa yang sangat diinginkan oleh orang lain. Suatu keinginan yang dimana orang lain rela menggantikannya dengan ratusan milyar agar berada diposisi anda. Suatu doa yang dimana mereka memintanya pada malam hari, memintanya pada siang hari yang disertai dengan ratusan tetes air mata. 

Melihatlah,
Betapa bahagianya disaat anda melihat ayah serta ibu anda tertawa bersama
Betapa tak bisanya anda menahan senyum ketika saudara-saudara anda saling tertawa satu sama lain.

Besyukurlah,
Karna sesungguhnya, tidak ada yang jauh lebih berharga dari itu semua.

-Dz's

Minggu, 12 Juli 2015

Dzs Note

Mohon mampir di kisah saya yang lain:))
http://kafekopi.blogspot.com/2015/07/jadi-nikmat-tuhanmu-manakah-yang-kamu.html?spref=tw

Jumat, 03 Juli 2015

Jadi, nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan? (PART 2)


  
 "Sasha!! Lari dan selamatkan pasukan!!"
            Gadis yang sedang memegang pedang itu kemudian berbalik, matanya menatap sepasang mata coklat menatapnya sendu. Beberapa bulan yang lalu, saat Zerya memilihnya untuk berada diarea perang, bermulai dari situlah, kebiasaan  bermake up, tas mahal, serta waktu yang menghabiskan berbelanja di mall, tidak lagi ada dalam dirinya.
            Sasha benar-benar telah melupakan masa lalunya, gaun mahalnya telah berganti menjadi baju zirah yang kuat. Tas bernilai ratusan juta tidak lagi menghiasi jari-jarinya, hanya sebuah pedang tajam yang siap menembus tubuh musuh-musuhnya yang ada disana.
            Setiap hari, dia berada dipacuan kudanya, membela agama yang sepantasnya dilakukannya sejak dulu.. Setiap ada prajurit yang gugur di medan pertempuran, biasa dia mencium bau harum dari mayat mereka, membuatnya sadar, akan semahal apapun parfum yang dipakainya, tidak akan bisa membuatnya wangi di kubur nanti.
            "Sasha! Awas!"
            Sasha terlalu lambat untuk menyadari, bahwa sebuah pedang telah tertancap dijantungnya. Hal terakhir yang dilihatnya adalah, Zerya menatapnya dengan senyuman. Kemudian segalanya menjadi gelap.
***
            "Dimana aku? Apakah ini alam baka?"
            Sasha mengerjabkan mata nya berkali-kali, menyadari bahwa dia berada ditempat yang gelap tak bercahaya, segera dia bangkit dan berdiri dari tempatnya.
            "Bukan."ucap sebuah suara menjawab. Suara yang persis dengan suara Sasha.
            "Siapa kau?"
            "Aku?" tanya suara tanpa wujud itu, "Aku adalah kamu."
            "Aku? Jangan bermain-main denganku! Beritahu aku sekarang, dimana aku?!"
            "Kau... berada dimana dirimu berada. Sisi tergelap dalam dirimu."
            "Si--Sisi.....tergelap?"
            "Ya, kau berada disisi tergelap dalam dirimu." Sasha memegangi kepalanya, berusaha mencerna segala hal yang di dengar nya. "Ya, aku adalah kejahatan dalam dirimu."Lanjut suara itu membuat Sasha bergidik ngeri.
            "Aku tidak jahat!"
            "Kau jahat, Sasha. Orang-orang membencimu! Orang tua mu membencimu! Sahabat-sahabat mu membencimu! Kau tahu kenapa? Karna sikap egois dalam dirimu telah mengalahkan sifat malaikatmu! Tidak ada yang menyukaimu! Mereka tidak pernah mengharapkan kau hidup!"
            Sasha kemudian mengingat menegenai orang tuanya yang selalu bertengkar karenanya. Membuatnya benar-benar menyesal telah hidup dimuka bumi.
            "Tidak! Tidak! Orang tuaku menyayangiku!! Sahabat-sahabatku menyukaiku!"
            "Apa? Kau bilang menyayangimu?" ada jeda diantaranya, kemudian suara itu kembali melanjutkan,  "Apakah orang tuamu akan tetap menyayangimu setelah kau membanting pintu dihadapannya? Setelah kau membuatnya kewalahan dengan sikap borosmu itu? Apakah sahabat yang kau anggap sahabat itu akan menyayangimu saat mereka mengetahui kau bahkan menceritakan kejelekannya pada orang lain? Mengadu dombanya dengan orang lain? Kemudian kau datang seolah menjadi malaikat penengah diantara mereka walaupun sebenarnya kau adalah iblis yang berdandan layaknya malaikat?"Suara itu dengan nada meremehkan.
            Sasha kemudian mengingat-ingat segala perbuatan nya pada kedua orang tuanya, dia benar-benar menyesal dengan apapun perbuatannya. Dia menyesal. Segala yang dilakukannya agar demi ia tenar dan terkenal, namun tanpa disengajanya, dia telah kehilangan orang-orang yang disayanginya, membuat mereka kecewa akan kehadirannya.
            "Tapi bukankah itu adalah keinginanmu? Ayolah ikutlah bersamaku, kau akan mendapatkan ketenaran dan kebahagiaanmu. Serta orang-orang yang disekitarmu akan hidup tenang tanpamu."
            Seketika ada sebuah tangan yang muncul dihadapannya, namun keadaan masih tetap gelap gulita. Sasha menatap lengan itu, dia benar ini semua yang Sasha inginkan. Saat lengannya hampir sampai menyentuh lengan itu, seketika sekelibatan ingatan tentangnya beberapa tahun lalu hadir diingatannya, saat dimana Sasha melaksanakan sholat tahajud, meminta kepada Allah agar dia lulus ujian sambil menangis tersedu-sedu, saat dia melihat kedua orang tuanya tersenyum serta menangis haru melihatnya memegang piala kejuaraan lomba matematika saat smp, dan saat Sasha sedang tertawa bersama sahabat-sahabatnya makan diwarteg. Ingatan itu, membuat Sasha rindu. Membuatnya rindu akan dirinya yang dulu, tanpa segala hal bermerek yang tidak berharga itu.
            "Aku tidak akan ikut denganmu."
            "Kenapa?! Lalu kau akan kembali pada mereka?! Mereka tidak akan pernah menyayangimu! Mereka tidak akan pernah memaafkan kejahatanmu!"
            "Apabila mereka tidak memaafkanku, setidaknya aku ingin meminta maaf pada tuhanku. Dan aku yakin, pintu maaf tuhanku akan selalu terbuka bagiku!" tempat itu sunyi seketika, hanya terdengar suara deruhan nafas Sasha yang tidak beraturan.  "Dan kau tahu kenapa aku tidak mau ikut denganmu? Karna kau bukan aku. Kaulah sang iblis, yang akan membuat ku terperangkap pada perangkap mu." Lanjutnya.
            Saat itu juga, Sasha mengangkat kedua tangannya, meminta maaf pada yang maha penerima taubat, membuat sang Iblis berteriak meronta-ronta kepanasan. Kemudian, setitik cahaya menerangi mereka, mengalahkan sang kegelapan. Membuat Sasha menutup matanya karna cahaya itu bersinar terlalu terang memasuki indra penglihatannya.
****
            "Sasha! Mesjid udah mau adzan, ayo nanti telat sholat idul fitrinya!"
            Setetes air membasahi pipi gadis itu, betapa dirindukannya suara lembut itu. Kemudian, dia beranjak dari tempat tidurnya, berlari membuka pintu kamar lalu memeluk Ibunya erat.
            "tunggu 5 menit lagi , Sasha turun."
Beberapa menit kemudian, Sasha turun dari kamarnya yang berada dilantai dua menuju ayah dan ibunya yang sedang duduk diruang tamu. Mereka seketika saling menatap lalu saling bertukar senyum satu sama lain, saat melihat anak tunggal mereka kembali menjadi Sasha yang mereka rindukan. Rambut lembut gadis itu telah tertutupi kain berwarna putih, pakaian meriah serta make up tebal tergantikan menjadi pakaian sederhana dan wajah  alami tak bermake up.
            Setelah melaksanakan sholat id, Sasha menentukan untuk berjalan kaki pulang dari mesjid agar bertemu dengan sahabatnya lalu meminta maaf mereka, yang langsung dioleh hangatnya pelukan mereka. Saat langkahnya ingin memasuki pagar rumah, suara bariton menghancurkan lamunan Sasha, membuat langkahnya seketika berhenti, "Sasha?" ucap sosok tampan berbaju koko serta songkok itu.
            Kepalanya terlalu terlambat mencerna bahwa seseorang dihadapannya adalah seseorang yang sangat ingin ditemuinya sekarang. Tanpa disangkanya, bibirnya bergumam, "Zerya?!"

Karna tulang rusuk pemiliknya, tidak akan pernah
menjadi tulang rusuk orang lain.
-anonimous.

Jadi, nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan? (PART 1)



 Hehe, ini ceritanya mau dikirim buat lomba cerpen ramadhan:)


Karya : dzs
"Aku benci! Aku benci hidup ini tuhan!"
            Gadis itu segera meninggalkan ruangan itu, berharap semakin jauh ia melangkah, menjauh pula kebenciannya pada kehidupan yang sedang dijalaninya ini.
            Ketika kaki jenjangnya telah menapak pada jalanan aspal, seketika fikirannya kembali pada keadaannya beberapa saat yang lalu. Hampir dalam waktu yang bersamaan, dia telah kehilangan kepercayaan sahabat dan orang tuanya, orang-orang yang selalu ada didekatnya saat ia membutuhkan sebuah pundak untuk bersandar.
            Saat tiba dirumahnya, Sasha mendapat Ayahnya sedang berbincang-bincang diruang keluarga bersama ibunya. Saat tatapan mereka bertemu, Sasha segera membuang pandangan kearah yang lain.
            "Sasha!" Sasha hanya menggubris ucapan itu.
            "Sasha,mungkin suatu hari kau akan sadar, apa yang ayah lakukan saat ini, adalah yang terbaik bagimu."
            Sasha hanya berlari, meninggalkan kedua pasang mata itu menatapnya sendu. Ia bersandar pada balik pintu sambil meneteskan setitik air mata yang segera ditepisnya.
            Tanpa disadarinya, kedua kakinya berjalan menuju kamar mandi. Tanpa atas seizinnya, jari-jari lentiknya memutar keran, kemudian, membasuh kedua telapak tangannya, lalu berkumur-kumur. Tanpa dapat dikontrolnya, dirinya berwudhu begitu saja, seakan sesuatu yang lain dapat mengontrol dirinya, lebih dari kemampuannya pada dirinya sendiri.
            Jari-jemari itu, mengambil mukena dan menggeraikan sejadah. Langit malam itulah menjadi saksi akan segelap dan sekeras apapun hati seorang manusia, namun, apabila setitik cahaya ingin meneranginya, bahkan segelap apapun pasti kegelapan itu akan terkalahkan olehnya. Lalu,  sekeras apapun benteng itu, tetap dapat teruntuhkan oleh sebuah iman yang berasal dari sang maha pemberi petunjuk. Tanpa disangkanya, bibirnya melinsankan niat hendak sholat malam, yang telah bertahun-tahun tak dikerjakannya itu. Selain bibir, ada suara lain yang berteriak dalam dirinya, yang sekeras apapun suara itu berteriak, hanya sang pencipta lah dan sang pemilik suara lah yang dapat mendengarkannya. Itulah sang iblis. Sang iblis yang meronta kepanasan akibat melihat korbannya berusaha untuk melepaskan diri.
            Tak dapat dibendungnya lagi, mata itu meneteskan air mata. Takut akan amarah sang penguasa. Memohon ampun atas dirinya yang berlumur dosa.
            Akibat hari melelahkan itu yang membuatnya meninggalkan sahabatnya yang menganggapnya berubah, serta dirinya yang beradu mulut bersama kedua orang tuanya menyuruhnya untuk pindah sekolah, tidak dapat dikuasainya lagi, seketika kantuk menguasai tubuhnya. Mata itu seketika terpejam,  membuat tubuh itu ambruk membentur empuknya sajadah. Lalu seketika semuanya menjadi gelap.
***
            Kantuk gadis itu hilang seketika, saat merasakan dinginnya terpaan angin menampar tubuh kecilnya. Matanya mengerjab-ngerjab berusaha mentralisir cahaya matahari yang berombongan menyinarinya. Tangan gadis itu dengan pelan menyentuh sesuatu lembut dibawahnya. Saat kesadarannya telah penuh, saat itu juga dia bangkit dari tempat nya. Kemudian menyadari suatu hal, dia tidak berada dikamarnya. Namun, disuatu tempat seperti hutan yang tidak diketahuinya berada dimana.
            "Diam ditempat!"
            Sasha seketika bungkam tak berbicara apapun saat menyadari dia telah dikepung oleh puluhan orang yang memakai setelan tempur, mengacungkannya panah yang sangat berbeda. Ujung nya seperti berasal dari tulang yang sudah diasah. Salah satu diantara mereka telah berdiri dihadapan Sasha, mengacungkan benda itu lebih dekat hingga membuat leher Sasha dingin, bersentuhan dengan panah itu.
            "Siapa namamu?! Berani-beraninya kau melakukan hal itu ditempat kami!!"
            Sasha kemudian mengamati telunjuk pemimpin itu, membuatnya tersadar akan keadaannya yang masih memakai kudung sholat serta kakinya bertapak pada sajadah nya semalam.
            "Aku tidak menyangka ada seorang gadis muslim yang berani melaksanakan ibadah ditempat kami"
            "Tempat kami?"
            "Ya, Aku lah pemimpin penantang kalian! Cepat bakar dia!" Perintah pemimpin itu pada salah satu bawahannya. Membuat bawahan itu segera menyeret Sasha dengan seringainya.
            "Lepaskan aku! Kumohon! Lep--"
            Dalam sekejab, bawahan yang menyeret Sasha jatuh ambruk tepat dihadapan Sasha bersama dengan sebuah anak panah menancap di dada nya. Membuat yang lainnya siap siaga, serta pemimpin itu menggertakkan giginya kesal. Kemudian riuhan suara senjata yang saling berterbangan memenuhi kesunyian hutan itu, beberapa dari mereka mati dan beberapa lainnya kabur menghindari kematian.
            "Siapa namamu?"
            Suara itu membuat Sasha seakan berhenti bernapas, kemudian matanya mendapatkan sepasang mata hitam yang menatapnya lekat.
            "A-aku tidak tahu." Jawab Sasha. Dia tidak berbohong sama sekali, karna memang dia tidak mengetahui dirinya siapa disini, dan bagaimana dia bisa berada disini.
            "Bagaimana kau bisa tidak tahu siapa dirimu?"
            "Aku tidak tahu."
            "Dimana rumahmu?"
            "Aku tidak tahu."
            Kemudian pria bertopeng serta berbaju zirah itu berjalan menjauh, mendekati kuda putih yang ditungganginya.
            "Apakah kau tidak ingin ikut?" Ucap salah satu dari mereka mengacungkan tangannya, kemudian mengangkat Sasha naik ketumpangan kudanya.
            Saat tiba disalah satu yang Sasha tahu dari Majdah --penunggang yang memberinya tumpangan-- adalah tempat yang disebut "Serdadu Islam", dia langsung saja menarik nafas lega, setidaknya dia berada ditempat yang aman. Serta kedatangannya disambut sangat baik oleh penduduk disini.
            Yang Sasha ketahui adalah, dia berada disalah satu era dimana orang-orang memerangi agama Islam. Serta pria yang menanyakan namanya tadi, adalah ketua peperangan diarea pertahanan dan keamanan, Zerya Pramudya. Kata Majdah, perkemahan ini terbagi menjadi beberapa area, yang pertama yaitu area pertahanan dan keamanan, Majdah berada diarea tersebut.Yang kedua area kesehatan dan medis, disitulah para dokter dan para perawat berada. Selanjutnya, area makanan dan pangan, para wanita dan orang tua bekerja disana, selain membuatkan makanan, mereka mencari bahan makanan dihutan. Selama Sasha belum mengetahui cara ia pulang kerumah, ia akan dengan senang hati berada di area ketiga. Setelah rela jari hasil menicure dan pedicure nya akan kotor akibat bahan makanan.
            Setelah Majdah memberikannya beberapa pakaian, Sasha segera mengganti mukenahnya menjadi pakaian yang menurutnya tidak layak pakai. Rajutannya tidak jelas, dan berasal dari kulit sapi. Namun apalah daya, mukenah Sasha telah hancur tidak beraturan serta pakaian yang dikenakannya tidak sesuai dengan keadaan yang ada disini. Setidaknya saat pulang kerumah nanti, dia bisa meminta ayah membelikannya gaun rancangan langsung dari Perancang busana terkenal di Paris.
            "Aku memilihmu untuk ikut diareaku."
            "A-area? Maksud mu, aku ikut berperang?" Sasha menjawab pertanyaan Zerya yang tiba-tiba duduk disampingnya.
            "Ya."
            Kemudian dia pergi, meninggalkan Sasha yang pening akibat penuturannya.
            "Dia sudah mengumumkan mengenai areamu, semoga kau beruntung."ucap Majdah membuat Sasha segera berbalik menatapnya.
            "Tapi aku tidak bisa. Ini terlalu cepat bagiku."
            "Zerya adalah pria yang bijaksana, Sasha. Apapun yang diperintahkannya untukmu, itulah yang terbaik bagimu. Saat dulu, kedatangannya juga sama sepertimu." Majdah menatap Sasha lekat. Kemudian melanjutkan, "Kami dulu menemukannya dihutan, karna kecerdasannya membuat strategi perang, kami mengangkatnya menjadi pemimpin kami. Namun, setelah hampir 3 tahun tinggal disini, tidak satupun dari kami yang mengetahui masa lalunya."
            Sasha menelan ludahnya pelan, ternyata ada seseorang yang senasib dengannya, dan dia adalah Zerya Pramudya.
****
         Lanjut ke part 2 ya!

Kamis, 25 Juni 2015

3 thing

The thing i hate about you is :
1.) your smile.
2.) your eyes.
3.) your movement


if you tell me why, here's the answer :
1.) i hate your smile, did you know why? because it's made me require medical. and if you're little brain say why? that's because your eyes give me diabetes. it's too sweet for me. Even one ton sweet and chocolate can't compare with that.
2.) i hate your eyes, you know why? because it's killing me, slowly.  and if you tell me why, that's because heart attack. that eyes--yours--raise my blood pressure.
3.) i hate your movement, you know why? because it's like a hurricane to my heart. i can't handle it. It's breaking me down.

and the best part of my hate for you is, you make my heart fall in love with you.

and the shit part of my heart is, they loving you too hard.

and the best of the best jerk on this planet, who's ever make me fall in love with him --that's you-- , after he make me fall in love, he's go.

and to the man who's ever make me fall--that's the jerk(you)--, thank's. You're smile. you're eyes. you're movement, doesn't killing me anymore.

i'm very happy to be going
back at home.
-anonimous