Rabu, 22 Juli 2015

Bolehkah, Tuhan?

Bukan mau upload cerita baru.
Bukan berniat membagi kisah lain.
Bukan untuk mengungkapkan sebuah keinginan yang menjadi harapan.
Bukan suatu hal yang penting.
Namun, cuma ingin mengingatkan.

Bolehkah saya bertanya?
Cobalah gerakkan tubuh anda, melihatlah
Apakah yang sedang anda lakukan?
Dimanakah anda?
Dengan siapa kah anda?


Apabila jawaban anda adalah anda sedang bersantai disofa dirumah anda bersama dengan ayah, ibu, kakak, adik, serta siapapun yang berada disana. tersenyumlah
Bersyukurlah.
Apabila anda ingin beribadah, sesungguhnya tak banyak yang harus anda minta pada tuhan. 
Karna sesungguhnya apa yang anda kerjakan, sedang dimana dan bersama siapa anda sekarang, adalah suatu doa yang sangat diinginkan oleh orang lain. Suatu keinginan yang dimana orang lain rela menggantikannya dengan ratusan milyar agar berada diposisi anda. Suatu doa yang dimana mereka memintanya pada malam hari, memintanya pada siang hari yang disertai dengan ratusan tetes air mata. 

Melihatlah,
Betapa bahagianya disaat anda melihat ayah serta ibu anda tertawa bersama
Betapa tak bisanya anda menahan senyum ketika saudara-saudara anda saling tertawa satu sama lain.

Besyukurlah,
Karna sesungguhnya, tidak ada yang jauh lebih berharga dari itu semua.

-Dz's

Minggu, 12 Juli 2015

Dzs Note

Mohon mampir di kisah saya yang lain:))
http://kafekopi.blogspot.com/2015/07/jadi-nikmat-tuhanmu-manakah-yang-kamu.html?spref=tw

Jumat, 03 Juli 2015

Jadi, nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan? (PART 2)


  
 "Sasha!! Lari dan selamatkan pasukan!!"
            Gadis yang sedang memegang pedang itu kemudian berbalik, matanya menatap sepasang mata coklat menatapnya sendu. Beberapa bulan yang lalu, saat Zerya memilihnya untuk berada diarea perang, bermulai dari situlah, kebiasaan  bermake up, tas mahal, serta waktu yang menghabiskan berbelanja di mall, tidak lagi ada dalam dirinya.
            Sasha benar-benar telah melupakan masa lalunya, gaun mahalnya telah berganti menjadi baju zirah yang kuat. Tas bernilai ratusan juta tidak lagi menghiasi jari-jarinya, hanya sebuah pedang tajam yang siap menembus tubuh musuh-musuhnya yang ada disana.
            Setiap hari, dia berada dipacuan kudanya, membela agama yang sepantasnya dilakukannya sejak dulu.. Setiap ada prajurit yang gugur di medan pertempuran, biasa dia mencium bau harum dari mayat mereka, membuatnya sadar, akan semahal apapun parfum yang dipakainya, tidak akan bisa membuatnya wangi di kubur nanti.
            "Sasha! Awas!"
            Sasha terlalu lambat untuk menyadari, bahwa sebuah pedang telah tertancap dijantungnya. Hal terakhir yang dilihatnya adalah, Zerya menatapnya dengan senyuman. Kemudian segalanya menjadi gelap.
***
            "Dimana aku? Apakah ini alam baka?"
            Sasha mengerjabkan mata nya berkali-kali, menyadari bahwa dia berada ditempat yang gelap tak bercahaya, segera dia bangkit dan berdiri dari tempatnya.
            "Bukan."ucap sebuah suara menjawab. Suara yang persis dengan suara Sasha.
            "Siapa kau?"
            "Aku?" tanya suara tanpa wujud itu, "Aku adalah kamu."
            "Aku? Jangan bermain-main denganku! Beritahu aku sekarang, dimana aku?!"
            "Kau... berada dimana dirimu berada. Sisi tergelap dalam dirimu."
            "Si--Sisi.....tergelap?"
            "Ya, kau berada disisi tergelap dalam dirimu." Sasha memegangi kepalanya, berusaha mencerna segala hal yang di dengar nya. "Ya, aku adalah kejahatan dalam dirimu."Lanjut suara itu membuat Sasha bergidik ngeri.
            "Aku tidak jahat!"
            "Kau jahat, Sasha. Orang-orang membencimu! Orang tua mu membencimu! Sahabat-sahabat mu membencimu! Kau tahu kenapa? Karna sikap egois dalam dirimu telah mengalahkan sifat malaikatmu! Tidak ada yang menyukaimu! Mereka tidak pernah mengharapkan kau hidup!"
            Sasha kemudian mengingat menegenai orang tuanya yang selalu bertengkar karenanya. Membuatnya benar-benar menyesal telah hidup dimuka bumi.
            "Tidak! Tidak! Orang tuaku menyayangiku!! Sahabat-sahabatku menyukaiku!"
            "Apa? Kau bilang menyayangimu?" ada jeda diantaranya, kemudian suara itu kembali melanjutkan,  "Apakah orang tuamu akan tetap menyayangimu setelah kau membanting pintu dihadapannya? Setelah kau membuatnya kewalahan dengan sikap borosmu itu? Apakah sahabat yang kau anggap sahabat itu akan menyayangimu saat mereka mengetahui kau bahkan menceritakan kejelekannya pada orang lain? Mengadu dombanya dengan orang lain? Kemudian kau datang seolah menjadi malaikat penengah diantara mereka walaupun sebenarnya kau adalah iblis yang berdandan layaknya malaikat?"Suara itu dengan nada meremehkan.
            Sasha kemudian mengingat-ingat segala perbuatan nya pada kedua orang tuanya, dia benar-benar menyesal dengan apapun perbuatannya. Dia menyesal. Segala yang dilakukannya agar demi ia tenar dan terkenal, namun tanpa disengajanya, dia telah kehilangan orang-orang yang disayanginya, membuat mereka kecewa akan kehadirannya.
            "Tapi bukankah itu adalah keinginanmu? Ayolah ikutlah bersamaku, kau akan mendapatkan ketenaran dan kebahagiaanmu. Serta orang-orang yang disekitarmu akan hidup tenang tanpamu."
            Seketika ada sebuah tangan yang muncul dihadapannya, namun keadaan masih tetap gelap gulita. Sasha menatap lengan itu, dia benar ini semua yang Sasha inginkan. Saat lengannya hampir sampai menyentuh lengan itu, seketika sekelibatan ingatan tentangnya beberapa tahun lalu hadir diingatannya, saat dimana Sasha melaksanakan sholat tahajud, meminta kepada Allah agar dia lulus ujian sambil menangis tersedu-sedu, saat dia melihat kedua orang tuanya tersenyum serta menangis haru melihatnya memegang piala kejuaraan lomba matematika saat smp, dan saat Sasha sedang tertawa bersama sahabat-sahabatnya makan diwarteg. Ingatan itu, membuat Sasha rindu. Membuatnya rindu akan dirinya yang dulu, tanpa segala hal bermerek yang tidak berharga itu.
            "Aku tidak akan ikut denganmu."
            "Kenapa?! Lalu kau akan kembali pada mereka?! Mereka tidak akan pernah menyayangimu! Mereka tidak akan pernah memaafkan kejahatanmu!"
            "Apabila mereka tidak memaafkanku, setidaknya aku ingin meminta maaf pada tuhanku. Dan aku yakin, pintu maaf tuhanku akan selalu terbuka bagiku!" tempat itu sunyi seketika, hanya terdengar suara deruhan nafas Sasha yang tidak beraturan.  "Dan kau tahu kenapa aku tidak mau ikut denganmu? Karna kau bukan aku. Kaulah sang iblis, yang akan membuat ku terperangkap pada perangkap mu." Lanjutnya.
            Saat itu juga, Sasha mengangkat kedua tangannya, meminta maaf pada yang maha penerima taubat, membuat sang Iblis berteriak meronta-ronta kepanasan. Kemudian, setitik cahaya menerangi mereka, mengalahkan sang kegelapan. Membuat Sasha menutup matanya karna cahaya itu bersinar terlalu terang memasuki indra penglihatannya.
****
            "Sasha! Mesjid udah mau adzan, ayo nanti telat sholat idul fitrinya!"
            Setetes air membasahi pipi gadis itu, betapa dirindukannya suara lembut itu. Kemudian, dia beranjak dari tempat tidurnya, berlari membuka pintu kamar lalu memeluk Ibunya erat.
            "tunggu 5 menit lagi , Sasha turun."
Beberapa menit kemudian, Sasha turun dari kamarnya yang berada dilantai dua menuju ayah dan ibunya yang sedang duduk diruang tamu. Mereka seketika saling menatap lalu saling bertukar senyum satu sama lain, saat melihat anak tunggal mereka kembali menjadi Sasha yang mereka rindukan. Rambut lembut gadis itu telah tertutupi kain berwarna putih, pakaian meriah serta make up tebal tergantikan menjadi pakaian sederhana dan wajah  alami tak bermake up.
            Setelah melaksanakan sholat id, Sasha menentukan untuk berjalan kaki pulang dari mesjid agar bertemu dengan sahabatnya lalu meminta maaf mereka, yang langsung dioleh hangatnya pelukan mereka. Saat langkahnya ingin memasuki pagar rumah, suara bariton menghancurkan lamunan Sasha, membuat langkahnya seketika berhenti, "Sasha?" ucap sosok tampan berbaju koko serta songkok itu.
            Kepalanya terlalu terlambat mencerna bahwa seseorang dihadapannya adalah seseorang yang sangat ingin ditemuinya sekarang. Tanpa disangkanya, bibirnya bergumam, "Zerya?!"

Karna tulang rusuk pemiliknya, tidak akan pernah
menjadi tulang rusuk orang lain.
-anonimous.

Jadi, nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan? (PART 1)



 Hehe, ini ceritanya mau dikirim buat lomba cerpen ramadhan:)


Karya : dzs
"Aku benci! Aku benci hidup ini tuhan!"
            Gadis itu segera meninggalkan ruangan itu, berharap semakin jauh ia melangkah, menjauh pula kebenciannya pada kehidupan yang sedang dijalaninya ini.
            Ketika kaki jenjangnya telah menapak pada jalanan aspal, seketika fikirannya kembali pada keadaannya beberapa saat yang lalu. Hampir dalam waktu yang bersamaan, dia telah kehilangan kepercayaan sahabat dan orang tuanya, orang-orang yang selalu ada didekatnya saat ia membutuhkan sebuah pundak untuk bersandar.
            Saat tiba dirumahnya, Sasha mendapat Ayahnya sedang berbincang-bincang diruang keluarga bersama ibunya. Saat tatapan mereka bertemu, Sasha segera membuang pandangan kearah yang lain.
            "Sasha!" Sasha hanya menggubris ucapan itu.
            "Sasha,mungkin suatu hari kau akan sadar, apa yang ayah lakukan saat ini, adalah yang terbaik bagimu."
            Sasha hanya berlari, meninggalkan kedua pasang mata itu menatapnya sendu. Ia bersandar pada balik pintu sambil meneteskan setitik air mata yang segera ditepisnya.
            Tanpa disadarinya, kedua kakinya berjalan menuju kamar mandi. Tanpa atas seizinnya, jari-jari lentiknya memutar keran, kemudian, membasuh kedua telapak tangannya, lalu berkumur-kumur. Tanpa dapat dikontrolnya, dirinya berwudhu begitu saja, seakan sesuatu yang lain dapat mengontrol dirinya, lebih dari kemampuannya pada dirinya sendiri.
            Jari-jemari itu, mengambil mukena dan menggeraikan sejadah. Langit malam itulah menjadi saksi akan segelap dan sekeras apapun hati seorang manusia, namun, apabila setitik cahaya ingin meneranginya, bahkan segelap apapun pasti kegelapan itu akan terkalahkan olehnya. Lalu,  sekeras apapun benteng itu, tetap dapat teruntuhkan oleh sebuah iman yang berasal dari sang maha pemberi petunjuk. Tanpa disangkanya, bibirnya melinsankan niat hendak sholat malam, yang telah bertahun-tahun tak dikerjakannya itu. Selain bibir, ada suara lain yang berteriak dalam dirinya, yang sekeras apapun suara itu berteriak, hanya sang pencipta lah dan sang pemilik suara lah yang dapat mendengarkannya. Itulah sang iblis. Sang iblis yang meronta kepanasan akibat melihat korbannya berusaha untuk melepaskan diri.
            Tak dapat dibendungnya lagi, mata itu meneteskan air mata. Takut akan amarah sang penguasa. Memohon ampun atas dirinya yang berlumur dosa.
            Akibat hari melelahkan itu yang membuatnya meninggalkan sahabatnya yang menganggapnya berubah, serta dirinya yang beradu mulut bersama kedua orang tuanya menyuruhnya untuk pindah sekolah, tidak dapat dikuasainya lagi, seketika kantuk menguasai tubuhnya. Mata itu seketika terpejam,  membuat tubuh itu ambruk membentur empuknya sajadah. Lalu seketika semuanya menjadi gelap.
***
            Kantuk gadis itu hilang seketika, saat merasakan dinginnya terpaan angin menampar tubuh kecilnya. Matanya mengerjab-ngerjab berusaha mentralisir cahaya matahari yang berombongan menyinarinya. Tangan gadis itu dengan pelan menyentuh sesuatu lembut dibawahnya. Saat kesadarannya telah penuh, saat itu juga dia bangkit dari tempat nya. Kemudian menyadari suatu hal, dia tidak berada dikamarnya. Namun, disuatu tempat seperti hutan yang tidak diketahuinya berada dimana.
            "Diam ditempat!"
            Sasha seketika bungkam tak berbicara apapun saat menyadari dia telah dikepung oleh puluhan orang yang memakai setelan tempur, mengacungkannya panah yang sangat berbeda. Ujung nya seperti berasal dari tulang yang sudah diasah. Salah satu diantara mereka telah berdiri dihadapan Sasha, mengacungkan benda itu lebih dekat hingga membuat leher Sasha dingin, bersentuhan dengan panah itu.
            "Siapa namamu?! Berani-beraninya kau melakukan hal itu ditempat kami!!"
            Sasha kemudian mengamati telunjuk pemimpin itu, membuatnya tersadar akan keadaannya yang masih memakai kudung sholat serta kakinya bertapak pada sajadah nya semalam.
            "Aku tidak menyangka ada seorang gadis muslim yang berani melaksanakan ibadah ditempat kami"
            "Tempat kami?"
            "Ya, Aku lah pemimpin penantang kalian! Cepat bakar dia!" Perintah pemimpin itu pada salah satu bawahannya. Membuat bawahan itu segera menyeret Sasha dengan seringainya.
            "Lepaskan aku! Kumohon! Lep--"
            Dalam sekejab, bawahan yang menyeret Sasha jatuh ambruk tepat dihadapan Sasha bersama dengan sebuah anak panah menancap di dada nya. Membuat yang lainnya siap siaga, serta pemimpin itu menggertakkan giginya kesal. Kemudian riuhan suara senjata yang saling berterbangan memenuhi kesunyian hutan itu, beberapa dari mereka mati dan beberapa lainnya kabur menghindari kematian.
            "Siapa namamu?"
            Suara itu membuat Sasha seakan berhenti bernapas, kemudian matanya mendapatkan sepasang mata hitam yang menatapnya lekat.
            "A-aku tidak tahu." Jawab Sasha. Dia tidak berbohong sama sekali, karna memang dia tidak mengetahui dirinya siapa disini, dan bagaimana dia bisa berada disini.
            "Bagaimana kau bisa tidak tahu siapa dirimu?"
            "Aku tidak tahu."
            "Dimana rumahmu?"
            "Aku tidak tahu."
            Kemudian pria bertopeng serta berbaju zirah itu berjalan menjauh, mendekati kuda putih yang ditungganginya.
            "Apakah kau tidak ingin ikut?" Ucap salah satu dari mereka mengacungkan tangannya, kemudian mengangkat Sasha naik ketumpangan kudanya.
            Saat tiba disalah satu yang Sasha tahu dari Majdah --penunggang yang memberinya tumpangan-- adalah tempat yang disebut "Serdadu Islam", dia langsung saja menarik nafas lega, setidaknya dia berada ditempat yang aman. Serta kedatangannya disambut sangat baik oleh penduduk disini.
            Yang Sasha ketahui adalah, dia berada disalah satu era dimana orang-orang memerangi agama Islam. Serta pria yang menanyakan namanya tadi, adalah ketua peperangan diarea pertahanan dan keamanan, Zerya Pramudya. Kata Majdah, perkemahan ini terbagi menjadi beberapa area, yang pertama yaitu area pertahanan dan keamanan, Majdah berada diarea tersebut.Yang kedua area kesehatan dan medis, disitulah para dokter dan para perawat berada. Selanjutnya, area makanan dan pangan, para wanita dan orang tua bekerja disana, selain membuatkan makanan, mereka mencari bahan makanan dihutan. Selama Sasha belum mengetahui cara ia pulang kerumah, ia akan dengan senang hati berada di area ketiga. Setelah rela jari hasil menicure dan pedicure nya akan kotor akibat bahan makanan.
            Setelah Majdah memberikannya beberapa pakaian, Sasha segera mengganti mukenahnya menjadi pakaian yang menurutnya tidak layak pakai. Rajutannya tidak jelas, dan berasal dari kulit sapi. Namun apalah daya, mukenah Sasha telah hancur tidak beraturan serta pakaian yang dikenakannya tidak sesuai dengan keadaan yang ada disini. Setidaknya saat pulang kerumah nanti, dia bisa meminta ayah membelikannya gaun rancangan langsung dari Perancang busana terkenal di Paris.
            "Aku memilihmu untuk ikut diareaku."
            "A-area? Maksud mu, aku ikut berperang?" Sasha menjawab pertanyaan Zerya yang tiba-tiba duduk disampingnya.
            "Ya."
            Kemudian dia pergi, meninggalkan Sasha yang pening akibat penuturannya.
            "Dia sudah mengumumkan mengenai areamu, semoga kau beruntung."ucap Majdah membuat Sasha segera berbalik menatapnya.
            "Tapi aku tidak bisa. Ini terlalu cepat bagiku."
            "Zerya adalah pria yang bijaksana, Sasha. Apapun yang diperintahkannya untukmu, itulah yang terbaik bagimu. Saat dulu, kedatangannya juga sama sepertimu." Majdah menatap Sasha lekat. Kemudian melanjutkan, "Kami dulu menemukannya dihutan, karna kecerdasannya membuat strategi perang, kami mengangkatnya menjadi pemimpin kami. Namun, setelah hampir 3 tahun tinggal disini, tidak satupun dari kami yang mengetahui masa lalunya."
            Sasha menelan ludahnya pelan, ternyata ada seseorang yang senasib dengannya, dan dia adalah Zerya Pramudya.
****
         Lanjut ke part 2 ya!