Jumat, 03 Juli 2015

Jadi, nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan? (PART 1)



 Hehe, ini ceritanya mau dikirim buat lomba cerpen ramadhan:)


Karya : dzs
"Aku benci! Aku benci hidup ini tuhan!"
            Gadis itu segera meninggalkan ruangan itu, berharap semakin jauh ia melangkah, menjauh pula kebenciannya pada kehidupan yang sedang dijalaninya ini.
            Ketika kaki jenjangnya telah menapak pada jalanan aspal, seketika fikirannya kembali pada keadaannya beberapa saat yang lalu. Hampir dalam waktu yang bersamaan, dia telah kehilangan kepercayaan sahabat dan orang tuanya, orang-orang yang selalu ada didekatnya saat ia membutuhkan sebuah pundak untuk bersandar.
            Saat tiba dirumahnya, Sasha mendapat Ayahnya sedang berbincang-bincang diruang keluarga bersama ibunya. Saat tatapan mereka bertemu, Sasha segera membuang pandangan kearah yang lain.
            "Sasha!" Sasha hanya menggubris ucapan itu.
            "Sasha,mungkin suatu hari kau akan sadar, apa yang ayah lakukan saat ini, adalah yang terbaik bagimu."
            Sasha hanya berlari, meninggalkan kedua pasang mata itu menatapnya sendu. Ia bersandar pada balik pintu sambil meneteskan setitik air mata yang segera ditepisnya.
            Tanpa disadarinya, kedua kakinya berjalan menuju kamar mandi. Tanpa atas seizinnya, jari-jari lentiknya memutar keran, kemudian, membasuh kedua telapak tangannya, lalu berkumur-kumur. Tanpa dapat dikontrolnya, dirinya berwudhu begitu saja, seakan sesuatu yang lain dapat mengontrol dirinya, lebih dari kemampuannya pada dirinya sendiri.
            Jari-jemari itu, mengambil mukena dan menggeraikan sejadah. Langit malam itulah menjadi saksi akan segelap dan sekeras apapun hati seorang manusia, namun, apabila setitik cahaya ingin meneranginya, bahkan segelap apapun pasti kegelapan itu akan terkalahkan olehnya. Lalu,  sekeras apapun benteng itu, tetap dapat teruntuhkan oleh sebuah iman yang berasal dari sang maha pemberi petunjuk. Tanpa disangkanya, bibirnya melinsankan niat hendak sholat malam, yang telah bertahun-tahun tak dikerjakannya itu. Selain bibir, ada suara lain yang berteriak dalam dirinya, yang sekeras apapun suara itu berteriak, hanya sang pencipta lah dan sang pemilik suara lah yang dapat mendengarkannya. Itulah sang iblis. Sang iblis yang meronta kepanasan akibat melihat korbannya berusaha untuk melepaskan diri.
            Tak dapat dibendungnya lagi, mata itu meneteskan air mata. Takut akan amarah sang penguasa. Memohon ampun atas dirinya yang berlumur dosa.
            Akibat hari melelahkan itu yang membuatnya meninggalkan sahabatnya yang menganggapnya berubah, serta dirinya yang beradu mulut bersama kedua orang tuanya menyuruhnya untuk pindah sekolah, tidak dapat dikuasainya lagi, seketika kantuk menguasai tubuhnya. Mata itu seketika terpejam,  membuat tubuh itu ambruk membentur empuknya sajadah. Lalu seketika semuanya menjadi gelap.
***
            Kantuk gadis itu hilang seketika, saat merasakan dinginnya terpaan angin menampar tubuh kecilnya. Matanya mengerjab-ngerjab berusaha mentralisir cahaya matahari yang berombongan menyinarinya. Tangan gadis itu dengan pelan menyentuh sesuatu lembut dibawahnya. Saat kesadarannya telah penuh, saat itu juga dia bangkit dari tempat nya. Kemudian menyadari suatu hal, dia tidak berada dikamarnya. Namun, disuatu tempat seperti hutan yang tidak diketahuinya berada dimana.
            "Diam ditempat!"
            Sasha seketika bungkam tak berbicara apapun saat menyadari dia telah dikepung oleh puluhan orang yang memakai setelan tempur, mengacungkannya panah yang sangat berbeda. Ujung nya seperti berasal dari tulang yang sudah diasah. Salah satu diantara mereka telah berdiri dihadapan Sasha, mengacungkan benda itu lebih dekat hingga membuat leher Sasha dingin, bersentuhan dengan panah itu.
            "Siapa namamu?! Berani-beraninya kau melakukan hal itu ditempat kami!!"
            Sasha kemudian mengamati telunjuk pemimpin itu, membuatnya tersadar akan keadaannya yang masih memakai kudung sholat serta kakinya bertapak pada sajadah nya semalam.
            "Aku tidak menyangka ada seorang gadis muslim yang berani melaksanakan ibadah ditempat kami"
            "Tempat kami?"
            "Ya, Aku lah pemimpin penantang kalian! Cepat bakar dia!" Perintah pemimpin itu pada salah satu bawahannya. Membuat bawahan itu segera menyeret Sasha dengan seringainya.
            "Lepaskan aku! Kumohon! Lep--"
            Dalam sekejab, bawahan yang menyeret Sasha jatuh ambruk tepat dihadapan Sasha bersama dengan sebuah anak panah menancap di dada nya. Membuat yang lainnya siap siaga, serta pemimpin itu menggertakkan giginya kesal. Kemudian riuhan suara senjata yang saling berterbangan memenuhi kesunyian hutan itu, beberapa dari mereka mati dan beberapa lainnya kabur menghindari kematian.
            "Siapa namamu?"
            Suara itu membuat Sasha seakan berhenti bernapas, kemudian matanya mendapatkan sepasang mata hitam yang menatapnya lekat.
            "A-aku tidak tahu." Jawab Sasha. Dia tidak berbohong sama sekali, karna memang dia tidak mengetahui dirinya siapa disini, dan bagaimana dia bisa berada disini.
            "Bagaimana kau bisa tidak tahu siapa dirimu?"
            "Aku tidak tahu."
            "Dimana rumahmu?"
            "Aku tidak tahu."
            Kemudian pria bertopeng serta berbaju zirah itu berjalan menjauh, mendekati kuda putih yang ditungganginya.
            "Apakah kau tidak ingin ikut?" Ucap salah satu dari mereka mengacungkan tangannya, kemudian mengangkat Sasha naik ketumpangan kudanya.
            Saat tiba disalah satu yang Sasha tahu dari Majdah --penunggang yang memberinya tumpangan-- adalah tempat yang disebut "Serdadu Islam", dia langsung saja menarik nafas lega, setidaknya dia berada ditempat yang aman. Serta kedatangannya disambut sangat baik oleh penduduk disini.
            Yang Sasha ketahui adalah, dia berada disalah satu era dimana orang-orang memerangi agama Islam. Serta pria yang menanyakan namanya tadi, adalah ketua peperangan diarea pertahanan dan keamanan, Zerya Pramudya. Kata Majdah, perkemahan ini terbagi menjadi beberapa area, yang pertama yaitu area pertahanan dan keamanan, Majdah berada diarea tersebut.Yang kedua area kesehatan dan medis, disitulah para dokter dan para perawat berada. Selanjutnya, area makanan dan pangan, para wanita dan orang tua bekerja disana, selain membuatkan makanan, mereka mencari bahan makanan dihutan. Selama Sasha belum mengetahui cara ia pulang kerumah, ia akan dengan senang hati berada di area ketiga. Setelah rela jari hasil menicure dan pedicure nya akan kotor akibat bahan makanan.
            Setelah Majdah memberikannya beberapa pakaian, Sasha segera mengganti mukenahnya menjadi pakaian yang menurutnya tidak layak pakai. Rajutannya tidak jelas, dan berasal dari kulit sapi. Namun apalah daya, mukenah Sasha telah hancur tidak beraturan serta pakaian yang dikenakannya tidak sesuai dengan keadaan yang ada disini. Setidaknya saat pulang kerumah nanti, dia bisa meminta ayah membelikannya gaun rancangan langsung dari Perancang busana terkenal di Paris.
            "Aku memilihmu untuk ikut diareaku."
            "A-area? Maksud mu, aku ikut berperang?" Sasha menjawab pertanyaan Zerya yang tiba-tiba duduk disampingnya.
            "Ya."
            Kemudian dia pergi, meninggalkan Sasha yang pening akibat penuturannya.
            "Dia sudah mengumumkan mengenai areamu, semoga kau beruntung."ucap Majdah membuat Sasha segera berbalik menatapnya.
            "Tapi aku tidak bisa. Ini terlalu cepat bagiku."
            "Zerya adalah pria yang bijaksana, Sasha. Apapun yang diperintahkannya untukmu, itulah yang terbaik bagimu. Saat dulu, kedatangannya juga sama sepertimu." Majdah menatap Sasha lekat. Kemudian melanjutkan, "Kami dulu menemukannya dihutan, karna kecerdasannya membuat strategi perang, kami mengangkatnya menjadi pemimpin kami. Namun, setelah hampir 3 tahun tinggal disini, tidak satupun dari kami yang mengetahui masa lalunya."
            Sasha menelan ludahnya pelan, ternyata ada seseorang yang senasib dengannya, dan dia adalah Zerya Pramudya.
****
         Lanjut ke part 2 ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar